Selasa, 14 Desember 2010

Ribuan Korban HAM Papua Terlantar

JUBI --- Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua (SKPHP) menyebutkan, sedikitnya 6.115  korban kasus pelanggara Hak Asasi Manusia di Papua  hingga kini masih terlantar.
"Tak ada itikad baik dari pemerintah untuk memperhatikan nasib para korban," kata Peneas Lokbere, korban kasus Abepura berdarah,  kepada JUBI, di Jayapura, Senin (13/12).

SKPHP mencatat, sebanyak 105 warga korban kasus Abepura berdarah, 7 Desember 2000. Dari 105 korban itu, 10 diantaranya meninggal dunia sementara lainnya masih menderita sakit akibat penyiksaan yang dialami.
Kasus Wasior berdarah, 13 Juni 2001, terdapat 315 korban, 32 diantaranya tewas, lainnya lagi masih terus memperjuangkan nasib mereka.

Selanjutnya, kasus Wamena berdarah, 6 Oktober 2000 dan  4 April  2003 berjumlah 205 korban. 10 orang dari kasus ini meninggal, 3 orang diantaranya tewas seketika usai disiksa dan dianiaya.
Kasus Biak berdarah dan kasus pelanggaran HAM lainnya hingga kini belum terdata secara baik. Data itu dikeluarkan oleh SKPHP dalam momen Hari HAM  10 Desember tahun 2010.

“Negara dan pemerintah daerah enggan menyelesaikan ratusan kasus ini,” tuturnya.

Lokbere menjelaskan, kasus Abepura berdarah disidangkan di pengadilan HAM Makasar pada tanggal 8 – 9 November 2005. Proses persidangan saat itu sangat lambat dan tertutup. Lanjut Lokbere, hasilnya mengecewakan ratusan korban. Dua terdakwa dalam kasus itu, komisaris polisi Daud Sihombing dan kepala Brimob, Jhony Wainal Usman divonis bebas oleh hakim dalam persidangan.

“Mereka berdua ibaratnya pahlawan yang berhasil memimpin pasukan di medan perang sehingga diberi penghargaan dan jabatan tinggi,” ujarnya.

Dia menambahkan, padahal kasus Abepura masuk kategori kasus pelanggaran HAM berat. Hinggga kini para korban dari kasus ini masih terus memperjuangkan nasibnya. Kasus HAM Papua lainnya seperti Biak berdarah, Wasior dan Wamena sudah diajukan ke kejaksaan tinggi di Jakarta, namun sampai saat ini belum ditindak lanjuti.

Sementara itu, Nehemia Yarinap, keluarga korban kasus Wamena berdarah, 6 oktober 2000 dan  4 april 2003. Yarinap menilai, Negara sepertinya menganggap remeh ratusan kasus HAM yang pernah menimpa warga Papua.
“Negara dan pemerintah malas tau (cuek) dengan kasus-kasus ini. Padahal para korban dari kasus-kasus itu masih trauma,” ungkapnya.

Para korban, kata dia, hingga kini masih berupaya meminta pemulihan dari pemerintah.  “Banyak dari kasus-kasus ini yang menelantarkan nasib korban,” kata Yarinap. (Musa Abubar)