Rabu, 08 Desember 2010

Pemerintah Diminta Buka Akses Pelanggaran HAM

JUBI --- Sudah berkali-kali orang Papua memintah Pemerintah Indonesia untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) Papua. Namun hasilnya selalu buntu.

"Sejak rezim soeharto berkuasa, sampai pemerintah SBY (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono), kami selau minta agar diselesaikan sesuai jalur hukum, namun tak satu pun yang tidak memuaskan,” ujar Tokoh Masyarakat Adat Wilayah Teluk Cenderawasih-Mamberamo, Wilson Uruwaya, di Mimika, rabu (8/12).

Wilson dan rekan-rekannya dari tokoh adat serta kelompok pemuda-pemudi di teluk Cenderawasih, meminta supaya pemerintah segera membuka akses penyelesaian kasus-kasus HAM berat di tanah Papua. ”Tidak hanya Komnas HAM atau pemerintah daerah saja dan aparat yang bisa mengusut kasus-kasus HAM di Papua.

Dia berharap supaya pekerja-pekerja HAM internasional juga masuk ke Papua untuk mengusut perbedaan-perbedaan penyelesaian kasus yang terjadi selama ini. "Masalah HAM Berat yang tak pernah tuntas di Papua, bukannya semakin jelas," nilainya.

Uruwaya menyesalkan jika terjadi penembakan sana-sini dengan tundingan atau bahasa pelaku tak dikenal atau orang tak dikenal macam ini bikin kabur situasi Papua. Herannya lagi, katanya, hingga kini orang yang bertindak atau bekerja untuk HAM di Papua, malah diteror, diintimidasi bahkan diseret ke
penjara dengan berbagai manipulasi data dan bukti skenario cantik.

”seharusnya siapa yang bekerja, baik dari pihak pemerintah maupun lembaga swasta seharusnya bekerja jujur, adil tanpa memihak pada kepentingan tipu muslihat,” ujarnya.

Menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Papua, bukan tindakan melanggar aturan kewajiban sebuah perusahaan atau institusi tertentu. Selebihnya, ia mengatakan pelanggaran HAM terutama kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan warga sipil yang dilakukan oleh aparata TNI/POLRI secara terang-terangan di Papua merupakan tindakan HAM berat yang sadis.

”Penyiksaan dan pembunuhan sangat jelas-jelas di depan mata, sebagaimana semua orang tau melalui video yang beredar kemana-mana. Tapi itu saja pemerintah Indonesia anggap enteng,” tandasnya. (Willem Bobi)