Senin, 29 November 2010

Polisi Waspadai Ulang Tahun Papua Merdeka

INILAH.COM, Jakarta - Kepolisian Daerah Papua menyiapkan pengamanan wilayah provinsi tersebut menjelang peringatan berdirinya Organisasi Pepua Merdeka (OPM) 1 Desember mendatang.

"Tentu Polres setempat lebih meningkatkan upaya deteksi dan melakukan kegiatan pencegahan-pencegahan, untuk meberikan pelayanan kepada masyarakat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol I Ketut Untung Yoga Ana, di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (29/11/2010).

Pengamanan situasi di wilayah Papua akan dikendalikan oleh Polda setempat, dibantu jajaran Polres dan Polsek di bawahnya. Perlunya penambahan pengamanan dari Mabes Polri, kata Yoga, akan melihat dari perkembangan situasi di lokasi tersebut. "Tentu Polda Papua mempunyai penilaian tentang situasi, apakah Polda memerlukan bantuan," imbuhnya.

Peningkatan pengamanan saat peringatan hari terbentuknya organisasi separatis di Papua itu, dikarenakan adanya penembakan terhadap warga oleh kelompk sipil bersenjata di Kecamatan Abepura, Jayapura, Minggu (28/11/2010). Peristiwa itu mengakibatkan empat warga sipil tertembak, dan satu di antaranya tewas dengan luka tembak dibagian dada. Polri belum mendapatkan hasil penyelidikan dari peristiwa penembakan ini, apakah dilakukan oleh kelompok separatis atau murni kriminal umum. "Motif belum diketahui," kata Yoga. [TJ]

Pertamina somasi Freeport soal tender BBM industri

JAKARTA: PT Pertamina (Persero) melayangkan surat protes (somasi) kepada PT Freeport Indonesia, terkait tender pengadaan bahan bakar minyak (BBM) industri jenis high speed diesel (HSD/solar) sebesar 30.000-44.000 kiloliter (KL), dengan estimasi nilai kontrak US$340 juta.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Mochamad Harun mengungkapkan tender pengadaan BBM yang diadakan oleh perusahaan tambang emas asal Amerika Serikat itu dinilai sangat tidak fair bagi perseroan. "Yang menjadikan Pertamina protes itu karena dinyatakan tidak commercially competitive, padahal kami merasa tidak diberi kesempatan oleh mereka [Freeport] untuk mengikuti tender tersebut," tutur dia, hari ini.

Selain itu, dia menambahkan untuk tender dengan nilai sebesar US$340 juta itu, juga tidak dilakukan process aanwijing, technical meeting, atau bahkan site visit, sehingga secara langsung memberikan keuntungan kepada existing customer yang sudah memiliki pengetahuan lebih mendalam perihal operasional di lokasi tambang Freeport. "Tidak adanya keseragaman periode acuan MOPS [untuk menentukan patokan harga BBM], tentunya tidak dimungkinkan untuk dilakukan perbandingan secara fair."

Harun menjelaskan pengumuman tender tertutup untuk bahan bakar minyak Freeport itu hanya berupa undangan yang dikirimkan melalui email ke Pertamina Contact Center. Sementara itu, lanjut dia, Pertamina dinyatakan kalah dalam tender tersebut pada 13 Agustus 2010. "Pertamina dinyatakan not commercially competitive, padahal kami kan sudah terbukti dengan mampu memasok BBM ke PT Newmont Nusa Tenggara. Kami menunggu tanggapan somasi itu dari Freeport," tutur Harun. (gak)

Rabu, 24 November 2010

Amerika Minta Klarifikasi Soal Video Kekerasan TNI di Papua

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Washington meminta klarifikasi pemberian hukuman terhadap pelaku kekerasan TNI di Papua yang sempat tersebar di internet dalam format video. Rabu (24/11) Duta Besar Amerika meminta penjelasan hal tersebut kepada Menteri Pertahanan dan Panglima TNI.

"Mereka perlukan informasi ini untuk menjelaskan pada Washington," ujar Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, kepada wartawan seusai menemui duta besar itu di gedung Kementerian Pertahanan, Rabu (24/11). Seperti diketahui, Pengadilan Militer III-19 Jayapura memvonis hukuman 7-5 bulan penjara kepada empat anggota TNI yang terlibat kasus video penganiayaan terhadap sejumlah warga Papua di Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya.

Purnomo menjelaskan, dalam pengambilan keputusan itu, majelis hakim dari Mahakamah Militer tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun. Keputusan tersebut diambil berdasarkan empat alasan. Pertama, tindakan kekerasan itu bukan perintah dari komandan ataupun satuan, sehingga bukan sesuatu yang sistemik.

Kedua, tindakan tersebut masuk dalam kategori tindakan indisipliner, bukan dalam kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Ketiga, tidak ada saksi yang menyaksikan kejadian tersebut. "Saksi utama hanya dari video itu," katanya.

Dalam pertemuan itu, dijelaskan pula tentang video kedua yang menunjukan adanya kekerasan terhadap warga Papua terutama pada bagian kotekanya. "Kita sudah cek ke Mabes TNI dan pihak terkait, ini dua gambar yang berbeda," ujar Purnomo.

Gambar tersebut tidak ada kaitannya dengan video yang pelakunya sudah mendapatkan vonis tersebut. Pakar Teknologi Informasi, Roy Suryo, sudah memastikan hal tersebut. "Kita tidak tahu diambilnya dimana. yang melakukan itu tidak jelas apakah itu oleh militer atau bukan, seragamnya tidak jelas," kata Purnomo.

Namun, jika pihak Amerika mempunyai data-data atau informasi baru, pihaknya menerima masukan apapun. Sampai saat ini pihaknya terus melakukan penyeledikan apakah video kedua itu merupakan rekayasa atau benar-benar dilakukan oleh prajurit TNI.

Senin, 22 November 2010

Presiden Harusnya Dialog

Jayapura [PAPOS] - Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua hari di Papua diharapkan bisa menyelesaiakan masalah-masalah rakayat Papua, untuk itu seharusnya dalam kunjungan presiden kali ini diagendakan pembahasan situasi keamanan yang banyak berimplikasi pada memburuknya kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) di masyarakat sipil Papua. Atau secara lebih luas, SBY harus mengagendakan perumusan dialog di Papua.
Menurut Direktur Lembaga Analisa Kebijakan Daerah (LAKEDA), Lamadi de Lamato, kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jayapura diharapkan bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang menjadi tanda Tanya dalam masyarakat Papua selama ini.
“ Sekarang masalah Papua sudah mulai hangat ditingkat Internasional, mulai dari masalah pelanggaran HAM, Kasus video kekerasan, dari ketika mahasiswa sampaikan aspirasi pada Dubes Amerikan tentang permintaan referendum beberapa waktu lalu,” kata Lamadi kemarin di Jayapura.
Lamadi Lamato lebih jauh mengatakan, momen kedatangan Presiden SBY di Jayapura sangat tepat terutama dalama member pencerahan kepada masyarakat yang selama ini bingung dengan berbagai persoalan yang terkesan tidak ada penyelesaian serius.
“ Bahkan akibat dari persoalan Papua yang terkesan tidak ada penyelesaian terhadap masalah-masalah yang terjadi Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Agus Alua beberapa waktu lalu dalam HUT MRP ke-5 mengatakan bahwa pelaksaan Otonomi Papua gagal sehingga pihaknya akan meminta Undang-Undang Federal bagi Papua bukan lagi Undang-Undang Otonomi khusus. Inikan sudah membuat masyarakat cukup bingung,” kata Lamadi.
Untuk itu dalam kunjungan Presiden di Papua ini, lanjut Lamadi SBY harus bisa memanggil semua unsure pemerintahan di Papua mulai dari Gubernur, Legislatif (DPRP/DPRD) dan MRP untuk duduk bersama dan saling bergandengan tangan untuk membangun Papua.
“ Selama ini kita tahu kalau Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan MRP sepertinya jalan sendiri-sendiri dalam kebijakannya. Akibatnya rakyat yang jadi korban. Bingung harus ikut yang mana,” terang Lamadi.
Bahkan menurutnya, janji pemerintah untuk mengevaluasi UU Otsus Papua sesuai Ramadhan lalu, juga sampai saat ini tidak terbukti , padahal semua pihak, terutama rakyat kecil menunggunya. “ Harus diingat , dikalangan rakyat kecil dalam setiap aksi demonstrasinya selalu menganggap Otsus gagal. Hanya elit politik dan pejabat saja yang menjadi senang dengan uang Otsus yang triliunan rupiah,” paparnya.
Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, sejauh ini masyarakat Papua mengalami marjinalisasi dan diskriminasi.
Menurutnya, masyarakat Papua dikorbankan dalam pola pembangunan yang gagal sejak Orde Baru, menjadi subyek yang lemah secara politik dan edukasi serta pemerintah pusat selalu menutup kemungkinan dialog.
Kasus video kekerasan, yang dilakukan anggota TNI dan kegagalan memberikan keadilan atas kasus tersebut, merupakan sebuah contoh kecil dari modus pengabaian hak-hak setiap anggota masyarakat di Papua.
''Pemberian otonomi khusus sejak 2001 terbukti gagal menghalau atau meminimalisir problem-problem. Yang terjadi kemudian adalah meningkatkan angka korupsi oleh aparat pemerintah lokal. Ini adalah bukti bahwa peningkatan biaya APBD untuk Papua tanpa memperbaiki persoalan lain secara komprehensif hanya akan mengubah wajah ketidakbecusan pemerintah mengatasi persoalan Papua,'' jelas Haris dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Borobudur 14 Jakarta Pusat (Minggu, 21/11).
Ia menambahkan, sudah saatnya Presiden SBY menunjukkan pertanggungjawabannya atas kondisi Papua, di mana hak dan kenyamanannya hidup sebagai warga negara semakin tidak terjamin. ''Kami menyayangkan jika kunjungan Presiden hanya untuk koordinasi kerja dan sekedar kunjungan simbolik, apalagi jika justru meningkatkan sekuritisasi Papua hingga berlipat-lipat,'' tegasnya.
Presiden dan rombongan yang tiba di Jayapura kemarin dan hari ini melakukan serangkaian kegiatan diantaranya membuka kegaiatan pertemuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se- Nusantara di Universitas Cenderawasih. Sedangkan acara kemarin malam Presiden SBY telah memberikan pengarahan dalam pertemuan Penguatan Kapasitas Keuangan Daerah yang berlangsung di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua. Dalam acara itu dilakukan penanda tanganan Akta Integritas bersama pihak DPRD, Bupati/Walikota maupun pimpinan daerah antara pemerintah provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. [ant/hen/wilpret]

Presiden SBY Tak Singgung Persolan Politik

JUBI --- Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak menyinggung  persolan Papua pada saat membuka rapat BEM Nusantara di Auditorium Uncen, Senin, (22/11). Presiden SBY banyak menyinggung masalah pendidikan dan persoalan pembangunan.

Hal itu juga diakui Benyamin Gurik, wakil ketua panitia kegiatan Temu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se - Nusantara. “Presiden tidak singgung persolan Papua saat menyampaikan pidatonya.  Mestinya, presiden harus memamnfaatkan momen ini untuk membicarakan persolan yang ruwet yang terjadi di Papua selama ini,” kata Gurik.

Setidaknya kata gurik, banyak persoalan di Papua selama ini yang menjadi sorotan nasional, termasuk persolan politik, dan kasus perlanggaran HAM yang sampai sekarang masih menggantung.

“Tadinya kita berharap presiden akan menyinggung persoalan-persoalan tersebut, sayangnya presiden lebih menyinggung pendidikan dan pembangunan," katanya. Dalam membuka Pertemuan BEM se - nusantara di Uncen, sedikitnya dihadiri  300 perguruan tingggi di Indonesia. Kegiatan ini mulai berlangsung hari ini, Senin (22/11) dan akan berakhir pada Kamis (25/11) mendatang. (Musa Abubar)

MIFEE Tetap Ditolak Masyarakat

JUBI --- Mega  Proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang dicanangkan Pemda Merauke, terus menuai kecaman dari berbagai elemen masyarakat, salah satunya adalah penolakan dari Solidaritas Orang Papua Tolak MIFEE (SORPATOM).

SORPATOM menilai, mega Proyek di tanah datar Merauke itu akan merusak kelestarian hutan dan tatanan masyarakat adat Marind, selaku pemilik ulayat. “ Kita tetap menolak proyek  MIFEE. Lahan itu bukan tak bertuan,” kata Thomas Tonggap, Juru Bicara  SORPATOM,  dalam siaran Persnya, Senin, (22/11) di Jayapura

Menurut Solidaritas Orang Papua Tolak MIFEE (SORPATOM), proyek raksasa ini tidak mensejahterakan, tetapi cendrung menyisihkan masyarakat yang bermukin di sekitar perusahaan.

Dalam hal proteksi masyarakat adat di wilayah selatan Papua, kata dia, namun pemeritah  tidak menghiraukan masyarakat adat Marind Anim, Awyu, Jair dan Wambon. “Pemerintah tak konsisten lindungi Papua.”

Lumbung Pangan dan Energi Terpadu Merauke ini diresmikan Menteri Pertanian, Siswono (11/8/2010) setelah perayaan HUT ke-108 Kota Merauke oleh mantan Bupati John Glube Gebze, saat itu. Rencananya  lahan seluas 2,5 juta hektar di Merauke, Mappi dan Boven Digoel digarap untuk mega proyek ini.

Dikabarkan ada 36 investor yang nanti menanamkam modalnya untuk MIFEE. Sekitar 13 investor memakai jalur modal asing, 10 memakai modal asing sebanyak 18.186.715.000.000. Sementara yang lainnya memakai modal dalam negeri. (Timo Marten)

Kamis, 18 November 2010

DAP Minta Polisi Selidiki Penyebab Teror di Papua

JUBI --- Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Forkorus Yaboisembut meminta
agar polisi menyelidiki penyebab kasus teror yang terjadi belakabgan ini di Papua.

"Yang diteror merasa tidak nyaman, sebab itu perlu ada tindakan penyelidikan dari pihak berwajib, dari siapa dan mengapa hal ini dilakukan," ujar Ketua DAP, Forkorus Yaboisembut, ketika di konfirmasi JUBI di Sentani, Senin (15/11).

Pernyataan Forkorus menyusul adanya wacana rencana pembunuhan atas dirinya oleh orang tak dikenal dengan memanfaatkan anggota Petapa (Penjaga Tanah
Papua) atas anama  Billy Suruan dan Yonathan Boy Kaway, namun keduanya terpaksa mengurungkan niatnya dan membatalkan suruhan pihak tertentu.

Dua anggota diimingi  uang sebanyak Rp. 3 juta, guna jika sukses untuk membunuh ketua DAP. "Saya pernah mengalaminya pada tahun 2007, namun saya tidak pernah takut dan gentar," tegasnya. Dirinya menambahkan juga pada tahun 2008 mendapat pesan singkat berupa SMS teror dari oknum tertentu. "Jika polisi belum mengungkapnya, apalagi masyarakat awam," nilainya.


Demikian juga beberapa catatan kasus teror seperti di Merauke, Papua sejumlah wartawan diteror oleh oknum tertentu, hingga berbagai dugaan teror yang berujung pada kematian wartawan Tabloid Jubi, dan Merauke TV dan kontributor ANTV, Ardiansyah Matra'is (30/7/2010), demikian sebelumnya Ketua Persatuan Gereja-gereja Baptis Papua, Pendeta Socratez Sofian, juga mengaku "diincar" Kopasus. "Bagaimana memberi rasa keadilan jika penyebab teror tidak diungkapkan," kesal Forkorus. (Timo Marten)

Sabtu, 06 November 2010

100 Hari Kematian Ardiansyah Matra’is

JUBI --- Tanggal 5 Desember 2010 genap  100 hari kematian Almahrum Ardiansyah Matra’is, Wartawan Tabloid JUBI dan Merauke TV, yang meninggal secara misterius di Kali Maro Merauke, tiga bulan lalu.  Dalam proses penyelidikan pengungkapan motif  dibalik kamatian Ardiansyah, rupanya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Menurut Lasarus Gon dari Divisi Advokasi AJI Jayapura, setidaknya, dalam peyelidikan awal, menuai dualisme pernyataan dari polisi.  Polres Merauke menyatakan bahwa Almahrum Ardiansyah meninggal murni  kecalakaan dan tidak ada tanda-tanda kekerasan, sedangkan  Mabes Polri menyatakan bahwa sebelum Almahrum meninggal ada dugaan mengalami kekerasan fisik.
Alibi Mabes Polri ini setidaknya mengacu pada tanda-tanda bekas kekerasan pada beberapa organ tubuh korban, seperti  lidah menjulur, memar pada bagian kepala belakang, dan satu gigi  rontok. Peryataan Polri ini juga serupa dengan hasil investigasi AJI Jayapura bersama AJI Indonesia yang menyimpulkan, bahwa sebelum Almarhum meninggal , terlebih dahulu  mengalami tindak kekerasan, lalu dihanyutkan ke arus Sungai Maro.
"Dalam melakukan otopsi, tim  Forensik Polda Sulawesi Selatan ternyata mendukung peryataan Polres Merauke, dan ‘merontokan’  temuan Mabes Polri. Akibat dualisme pernyataan tersebut, tentu sangat membingungkan pihak keluarga, termasuk para insan jurnalis dimana pun berada." sesal Lasarus Gon.
Menurutnya, AJI Jayapura tetap menganggap kematian Ardiansyah ini masih menyisahkan teka-teki. Selain tidak mampu menangkap pelaku, aparat penyidik juga tidak melakukan  olah TPK dan tidak melakukan visum terhadap barang bukti yang ditemukan  di jembatan kali Maro, Seperti  Sandal dan Sepeda motor yang digunakan korban.
Selain motif  Kematian Adiansyah yang masih misterius,  fenomena Kekerasan terhadap wartawan pun masih terjadi. Kebebasan wartawan sekarang masih dikekang. Teror dan ancaman masih menghantui wartawan. Lidah akan disilet, kantor redaksi akan dibakar, dituding sebagai provokator, dan sederetan kekerasan verbal lainnya.
Kasus Kematian Ardiansyah dan kekerasan verbal lainnya merupakan catatan kelam jurnalis di Papua. Wartawan saat ini dianggap sebagai musuh, bukan lagi mitra masyarakat. Jika kekebasan jurnalis dikekang, tentu saja  melumpuhkan sendi demokrasi di Indonesia.
Mengenang  100 hari kematian Ardiansyah, AJI Jayapura menyatakan beberapa tuntututan yakni  mendesak Polda Papua dan Polres Merauke untuk tetap melakukan penyelidikan hingga menemukan bukti baru terhadap Kasus Kematian Ardiansyah Matrais, menyerukan agar menghentikan segala bentuk kekerasan fisik mau pun kekerasan verbal terhadap jurnalis dan meminta aparat kepolisian agar menjamin keselamatan wartawan pada setiap peliputan yang dianggap berbahaya. (Musa Abubar)

Jumat, 05 November 2010

DPR-RI Mewarning PT.FI Soal LH

JUBI --- Komisi VII DPR-RI tak menutup kemungkinan adanya temuan pelanggaran kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup (LH) yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) di Timika, Kabupaten Mimika, Papua.

Seperti yang dilontarkan Ketua Komisi VII DPR-RI, Effendy Simbolon bersama rombongan yang beranggotakan 42 orang, Jumat (5/11). Sehari sebelumnya, Komisi DPR-RI bersama Deputi IV dan Deputi II Kementerian Negara telah mendengar presentasi Bupati Mimika Kleman Tinal, seputar penangganan limbah Tailing di Timika. Bupati menjelakan bahaya tailing di Timika. Sehingga rombongan langsung terjung ke lokasi (areal penambangan dan lokasi pembuangan Tailing di Timika) sejak Kamis (4/11).

Berdasarkan hasil kunjungan tersebut, pihak DPR-RI berprinsip low inforcement UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dijelakan Sitompul, sejak UU nomor 32 tahun 2004 diberlakukan, pemerintah pusat memegang kewenangan bersifat universal. Artinya sebagian besar kewenangan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dilimpahkan kepada pemerintah daerah (Kabupaten/Kota dan Provinsi) termasuk pengelolahan lingkungan. Kecuali dalam urusan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain.

Namun ditegaskan Sitompul, sesuai UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolahan lingkungan  hidup (UU PPLH terbaru) pihak DPR-RI memiliki kekuatan hukum untuk menindaklanjuti pencemaran dan pengrusakan lingkungan oleh PT FI. Diantaranya, Pemerintah pusat berwenang memberikan penilaian dampak lingkungan (Amdal) serta berwenang menetapkan baku mutu lingkungan hidup, menetapkan pedoman pencemaran lingkungan dan penguatan instrumen dan aturan kelembagaan lainnya.

Hingga kini rombongan Komisi DPR-RI dan Deputi Kementerian belum ungkap  hasil temuannya ke publik. ”Apabila ditemukan pelanggaran lingkungan hidup, maka kami akan memberikan catatan kepada PT Freeport,” ungkap Ketua Komisi VII DPR-RI utusan PDIP, didampingi Deputi IV dan II.

Ditambahkan Effendy, isu penanganan limbah Tailing tersebut telah direspon oleh PT FI. Dalam pengelolahan limbah Tailing, dijelaskan kembali bahwa pihak PTFI telah mengikuti ketentuan dalam AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) dan ketentuan lainnya.

Mengacu pada aturan perundangan Lingkungan Hidup maka sejak UU PLH nomor 4 tahun 1982 diberlakukan, Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan tindakan peradilan terutama ketika terbukti melanggar atau mencemarkan lingkungan akibat aktivitas perusahaan. Sayangnya, hingga kini peran serta masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Mimika belum jelas. (Willem Bobi)

Kekerasan TNI di Puncak Jaya Terbukti

JUBI --- Kasus kekerasan pada warga di Puncak Jaya, Papua, terbukti dilakukan tentara pada bulan Maret 2010. Empat anggota TNI yang bertugas di lokasi tersebut terbukti melakukan kekerasan.

Sidang yang digelar terbuka untuk umum ini, menurut Pgs Kepala Dilmil III–19 Jayapura Letkol Adil, dipercepat karena telah menjadi pusat perhatian publik. “Siapa pun orangnya, yang diduga terlibat tindak pidana akan tetap dihukum,” katanya, Jumat.

Sebelumnya, lima oknum TNI yang diduga terlibat. Namun, dalam proses pemberkasan, menciut menjadi empat terdakwa. Seorang perwira dianggap tidak terbukti terlibat. Mereka yang terlibat adalah Praka Syaiminan Lubis, Prada Joko Sulistiono, Prada Dwi Purwanto dan Letnan dua Infantri Kosmoz selaku komandan kompi (Danki). Keempat terdakwa berasal dari Satgas Pam Rahwan Yonif 753/Arga Vira Tama yang bermarkas di Nabire. Keempat terdakwa disidang di Pengadilan Militer III–19 Kodam XVII/Cenderawasih, Jayapura.

Untuk pemberkasannya dibuat menjadi dua berkas. Berkas pertama atas nama ketiga terdakwa dan berkas kedua atas nama Letnan dua Infantri Kosmos. Kasus video kekerasan oleh tentara yang heboh itu sebelumnya disebarkan di situs Youtube oleh Human Rights Asia di Australia. Dilmil Jayapura bertindak cepat setelah menerima berkas dari Oditurat Militer III/19–Jayapura tanggal 17 Oktober lalu. (Musa Abubar)

Empat TNI Akui Lakukan Penganiyaan dan Kekerasan di Tingginambut

JUBI --- Pelaku penganiyaan dan penyiksaan terhadap warga di Tingginambut Puncak Jaya, Papua disidang, Jumat (5/11). Pelaku mempertanggung jawabkan perbuatannya di Pengadilan Militer Kodam XVII Cenderawasih Jayapura.

Dalam persidangan, tiga terdakwa terbukti melakukan penganiayaan terhadap warga. Mereka adalah Praka Syaiminan Lubis, Prada Joko Sulistiono dan Prada Dwi Purwanto. Ketiga terdakwa berasal dari Batalyon Yonif 753 Nabire. “Siap, saya ganas langsung tendang dan pukul karena tidak ada jawaban dari korban. Padahal saya sudah lakukan pendekatan persuasif dengan cara memberi rokok dan supermi,” ujar Prada Joko Sulistyo saat ditanya hakim.

Terdakwa mengaku memukuli seorang laki-laki yang dipisahkan oleh Letnan Dua infantri Cosmoz. Suhityo mengatakan, sebanyak lima kali pemukulan dilakukan dan satu kali tendangan terhadap salah satu warga yang bernama Wotoran Wenda. Wenda diintergogasi dalam kejadian tersebut karena dituding telah menyimpan senjata api milik TNI. 

Penyiksaan bermula saat penyisiran anggota Pos Kolome atas dugaan adanya anggota Organisasi Papua Merdeka di sekitar wilayah itu. Saat itu diperiksa sekitar puluhan warga yang terdiri dari belasan wanita dan pria.

Keempat terdakwa dijerat dengan pasal 103 KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer) tentang menolak perintah dinas, melampaui perintah dinas serta mengajak untuk menolak perintah dinas.

Praka Syaiminan Lubis, Prada Joko Sulistiono, Prada Dwi Purwanto dan prada ishak. Mereka mengaku telah melanggar perintah yang diturunkan pimpinan yakni tidak boleh memukul dan melukai warga dan berbuat baik kepada warga.

Praka Syaiminan Lubis mengaku memukul dan menendang Tives Tabuni salah satu warga yang dituding membawa senjata api sebanyak lima kali. Aksi ini dilakukan disamping rumah, Tives. “Siap, saya memang lakukan pemukulan,” ujarnya, Jumat.

Pratu Ishak saksi pertama dalam sidang mengungkapkan, tiga rekannya memang melakukan tindakan kekerasan yakni memukul korban atas nama Tives Tabuni yang dituding sebagai oknum TPN OPM yang diketahui menyimpan senjata api yang dicari anggota TNI. “ Siap, saya saat itu ditugaskan mengambil gambar dari Komandan tim pos, Letnan Dua Inf. Cosmoz.”

Lanjut Ishak, ketiga rekannya bersama terdakwa, Letda Cosmoz memaksa Tives mengaku menyimpan senjata dengan melakukan pendekatan persuafiasif yakni dengan memberikan rokok kepada korban. Namun,  lantaran tak mengaku maka mereka langsung melakukan pemukulan. “Letnan Cosmos menendang dan memukuli korban dengan helm. Korban ditendang di bongkoknya lalu dipukul dengan helm dikepalanya sebanyak satu kali.”

Ishak mengaku, sementara kejadian tersebut berlangsung dirinya sedang melakukan pengambilan gambar kekerasan. Dia disuruh oleh oleh letnan Cosmos untuk mengambilnya. “Saya disuruh untuk ambil gambar pemukulan yang dilakukan.”

Kasus video kekerasan oleh tentara yang heboh itu sebelumnya disebarkan di situs You Tube oleh Human Rights Asia di Australia.  Video tersebut juga ditayangkan melalui televisi.

Sebelum sidang, beberapa provost dan aparat TNI menjaga ketat pintu masuk kantor pengadilan militer. Para wartawan yang hendak meliput diperiksa secara ketat. Demikian juga ketika hendak memasuki pintu masuk ruang sidang. Sidang akan kembali digelar dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan putusan pada Senin (8/11) mendatang. (Musa Abubar)

Kamis, 04 November 2010

Tailing Timika Kian Menumpuk

JUBI --- Bupati Kabupaten Mimika, Klemen Tinal menyesalkan penumpukan tailing di Timika yang terjadi sepanjang waktu.

Akibatnya pendangkalan sungai dan muara kali Aijkwa terus terjadi hingga perairan laut selatan papua. Penumpukan Tailing mencapai lebar 7 kilometer dengan ketinggian 1 meter perbulan, dibatasi oleh pagar tanggul barat 50 Kilometer dan Tanggul timur sepanjang 54 Kilometer.

Kata Bupati Tinal, fungsi kali Aijkwa sebelumnya merupakan sarana transportasi bagi masyarakat Distrik Mimika Timur Jauh, Distrik Jita, Jila dan Agimuka dan sekitarnya.
”Sekarang sungai Aijkwa tak bisa digunakan sebagai jalur transportasi ke distrik Mimika Timur Jauh,” jelasnya, Kamis (4/11).

Tailing telah bikin kabur air, akibat partikel-partikel sisa penambangan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI). Hingga kini hampir disekitar muara kali Aijkwa, tidak ada aktivitas nelayan dari warga suku Kamoro di sekitarnya.
”Tampak tidak ada kegiatan penangkapan ikan, kepiting dan udang oleh warga. Kita lihat bersama, Speed atau longboat yang melewati muara pembuangan ini berjalan tidak lancar. Itu semua akibat pengendapan partikel sisa tambang dalam mesin speedboat atau longboat,” katanya.

Ironis memang. Kehadiran Tailing tidak hanya merugikan masyarakat sekitarnya. Bupati Tinal mengakui pihaknya, Pemda Mimika mengalami kerugian pendapatan akibat matinya sejumlah jenis dan kelas biota dilingkungan sekitarnya.

Dalam presentasinya, Bupati Tinal mengakui dampak buruk Tailing sebagai sisa penambangan emas, tembaga dan mineral lainnya. Katanya hingga kini tercatat sejumlah biota perairan berupa ikan, kepiting, udang dan lainnya telah hilang di kali Aijkwa.
”Ini jelas menurunkan pendapatan perkapita masyarakat setempat,” paparnya.
Menanggapi program reklamasi pohon oleh PTFI seluas 18,4 hektar, Bupati Tinal menilai lingkungan Timika sangat riskan. Diprediksi hingga 5 sampai 10 tahun mendatang bahaya terhadap lingkungan hutan, Biota, Air dan kehidupan masyarakat sekitarnya.

Sekilas pandang, sejauh ini bahaya yang diantisipasi warga adalah korban banjir atau longsor di sekitar areal Tailing Timika. Terutama bagi warga pendulang emas, tembaga dan mineral logam lainnya di kali Kabur, Areal Tailing hingga muara kali Aijkwa dan sekitarnya.

Atas kondisi tersebut, Universitas Cenderawasih pada tahun 2008 lalu pernah mewarning lokasi areal Tailing Timika.
”Lokasi tailing ini sebenarnya sangat berbahaya apabila terjadi erosi atau banjir karena daerah ini curah hujan cukup tinggi. Selain itu bahaya material (kimia) dalam Tailing telah melebihi ambang batas,” ulasnya.

Dalam kesempatan yang terpisah, Bupati Tinal meminta kepada PTFI agar segera merancang teknik pengelolahan sedimentasi sungai Aijkwa dan Degradasi kualitas air yang terjadi di Kabupaten Mimika. ”PT Freeport harus melibatkan pemda kabupaten, Provinsi dan Pemerintah pusat serta stakeholder lainnya dalam menanggulanggi dampak ini,” jelasnya. (Willem Bobi)

Dana BOS SD Di Mimika Belum Diaudit

JUBI --- Kepala Bidang Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Dasar (Kabid SD DinPendas) Kabupaten Mimika, Nilus Lesubun mengatakan pihaknya akan mengaudit dana bantuan operasional (BOS) di sejumlah lokasi pendidikan dasar di Kabupaten Mimika.

Dikatakannya, sumber dana BOS berasal dari pusat maupun daerah (APBD) Kab Mimika cukup besar. Namun dalam penyalurannya tertutup. Hal itu diketahui setelah adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008. ”hampir sebagian besar sekolah dasar belum memberikan pertanggungjawabannya, ungkapnya, Rabu (3/11).

Untuk itu rencana audit dana BOS di pendidikan dasar akan diprioritaskan pada sekolah-sekolah yang menerima dana BOS dalam jumlah besar yaitu ratusan rupiah.
”Ini adalah tugas kami, jadi jangan disalahartikan,” papar Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Dasar  Mimika.
Diterangkan Nilus, pada tahun 2008 dan 2009 kemarin, Pemda telah mengalokasikan anggaran BOS sebesar Rp.23,1Milliar. Dalam rencana audit tersebut, sejumlah hal akan diperhatikan, diantaranya proses penyaluran, penggunaan dana sesuai tujuan dan manfaat, serta mengentas pemrmasalahan operasional sekolah.

Seperti yang diungkapkan beberapa waktu sebelumnya, Bupati Mimika Klemen Tinal memintah agar Dinas Pendidikan Dasar segera mengevaluasi penggelolahan dana BOS. Jika berlebihan pengalokasian dana BOS akan dikurangi, atau bagi sekolah (SD) yang berkekurangan dana mesti mendapat perhatian plus.

Berdasarkan hasil evaluasi proses pendidikan dasar di Mimika, Nilus menyatakan hingga kini proses pembelajaran pendidikan di SD tingkat kampung belum maksimal. Selain karena terbengkalai oleh jarak, juga disebabkan karena minimnya transportasi, baik air maupun udara di daerah pedalaman Jita dan Jila, Mimika.

Kondisi geografis tersebut, dikatakan Nilus, pihaknya selama ini belum bisa memantau pengalokasian dan penggunaan dana BOS secara efektif. Sejumlah para guru Pengawas juga dinilai tak mampu menjalankan tugas dengan baik, dengan berbagai alasan. Sehingga pihaknya, Dinas Pendidikan Dasar akan bekerja mengaudit sekolah SD yang  menerima dan mengelolah jumlah dana BOS cukup besar, yaitu ratusan juta keatas.

Sebaliknya, dana milliaran dianggap dapat memajukan pendidikan di wilayah setempat.
”Tapi sampai detik ini, terkadang guru meninggalkan tempat tugas, dan berpindah ke kota atau kabupaten asalnya,” ujarnya.

Dinas pendidikan dasar juga meminta agar para tenaga guru maupun pimpinan sekolah yang berada di luar daerah agar segera kembali bertugas ke tempatnya masing-masing. (Willem Bobi)

Rabu, 03 November 2010

Kekerasan di Tingginambut, 6 Anggota TNI Diperiksa

JUBI ---  Kepala Penerangan Daerah Militer (Kapendam) XVII Cenderawasih, Letkol Inf. Susilo mengatakan, enam anggota TNI yang diduga melakukan kekerasan terhadap warga di Puncak Jaya, kini sudah ditahan dan akan diproses sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku di TNI. Kini mereka berada dalam tahanan POMDAM XVII Cenderawasih sambil menunggu jadwal persidangan

“Jika warga melihat atau mengalami kekerasan fisik atau psikis yang dilakukan oleh anggota TNI jangan segan-segan untuk melaporkan kepada pimpinan TNI, ujarnya di Jayapura, Kemarin.

Menurutnya meski reformasi sektor keamanan sudah dilakukan di tubuh TNI, pelayanan pada masyarakat lebih pada pendekatan persuasif. Namun diakuinya mengubah perilaku dan karakter seseorang itu sangat sulit.

Direktur LP3BH Manokwari, Yan Cristian Warinusi mengungkapkan video tersebut adalah salah satu bukti kecil dari sejuta tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI terhadap orang Papua.

Warinusi berharap ada tim independen yang menindak lanjuti kasus tersebut, seperti Komnas HAM dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua juga harus membentuk tim untuk mengungkap masalah tersebut.

Video penyiksaan dan penganiayaan yang diduga dilakukan aparat TNI terhadap warga di Tingginambut, Puncak Jaya beredar di situs web YouTube, Senin (18/10). Selama 22 jam hingga sekitar pukul 11.30 WIB, video tersebut menggambarkan kekerasan dan penganiayaan terhadap warga sipil. (Marten)

Selasa, 02 November 2010

Peluncuran Buku IPWP dan Peradilan Makar

JUBI --- Buku dengan judul “International Parliamentarian for West Papua dan Peradilan Makar “ resmi diluncurkan pada (1/11) di aula Sekolah Tinggi Theologi Isak Semuel Kijne, Jayapura, Papua.

Buku tersebut ditulis oleh Sendius Wonda dan Markus Martinus Haluk untuk mengungkap berbagai peradilan makar yang telah terjadi di Papua. Baik kasunya maupun proses penanganannya yang selama ini sangat di poltisir.

Markus mnenyatakan, buku ini tidak mencatat pikiran serta analisis orang, tetapi mencatat fakta-fakta yang selama ini dilakukan Negara Indonesia bagi rakyat Papua dengan tuduhan separatis dan makar.

“Buku ini merupakan laporan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan peradilan makar selama ini yang tidak konsisten” kata Markus.

Dalam buku tersebut penulis hanya mengungkit dua tokoh tahanan politik Papua dari sekian banyak yang ada, yakni Sebby Sambom dan Bucthar Tabuni dengan proses penanganan serta tuntutan kasus makar yang telah didakwakan kepada mereka yang dinilai tidak konsisten.

Haluk menambahkan, tujuan adanya buku tersebut untuk menegakan keadilan sebenarnya dalam menagani serta mengantisipasi tuduhan-tuduhan makar kepada rakyat Papua nantinya.

Peluncuran buku tersebut, dihadiri ratusan warga Papua, serta para tokoh-tokoh adat, gereja dan Pimpinan – Pimpinan organisasi perjuangan keadilan bagi rakyat Papua lainya. (Yarid AP)

DPRP : TNI/ Polri Jangan Cari Pangkat Di Papua

JUBI --- Ruben Magai Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Papua menyatakan aparat Tentara Nasinal Indonesia (TNI) serta Kepolisian  jangan menjadikan daerah Papua sebagai lahan untuk mencari kenaikan pangkat.

“Jangan hanya melakukan pelanggaran di Papua dan di pindahakan untuk naik pangkat di tempat lain” kata Ruben, Senin (1/11)

Ruben menjelaskan selama ini banyak pelangaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan TNI/ Polri kepada rakyat sipil di Papua, namun proses penanganannya tidak teratasi hingga saat ini.

Para pelakunya tidak pernah diungkapkan. Pemimpin TNI/ polri yang sementara bertugas bisanya langsung dipindahkan atau dipensiunkan dan mendatangkan pemimpin baru. Sehinga persolan-persolan tersebut terus terbaikan.

Pihaknya akan menyarankan kepada pemerintah agar kedepan penempatan pimpinan TNI/Polri di Papua adalah mereka yang belum dekat pensiun dan punya hati untuk menyelesaikan masalah di Papua bukan asal naik pangkat.

Selain itu, dia menyarankan rakyat Papua mempublikasikan setiap video-video atau gambar-gambar serta informasi kekerasan dan pelangaran HAM yang selama ini terjadi secara trasparan kepada publik.

“Lain kali kalau ada video atau gambar kekerasan silahkan putar di gereja, kantor-kantor serta seminar-seminar agar diketahui oleh publik” ujarnya. (Yarid AP).