Rabu, 26 September 2012

Pasien dan RSMM Tanggungjawab PTFI

Maria Kotorok, koordinator Aksi RSMM, Timika Papua. (Ist)
Hampir 12 tahun lalu, PTFI pasang tameng perbaikan nama baiknya melalui layanan public Rumas Sakit Mitra Masyrakat (RSMM) yang dikelolah oleh Yayasan Caritas Timika (YCT) Papua. Namun selang waktu itu pula, bahkan hingga hari ini, PTFI dinilai masih membiarkan pasien RSMM mendapat layanan terburuk akibat pembiaran sponsor dana dari PTFI.
Demikian diungkapkan coordinator Aksi pihak RSMM Timika, Maria Kotorok, yang juga merupakan staf Hubungan masyarakat (Humas) di RSMM Timika, Jalan Raya Poros SP 2 – SP 5 Timika, Senin (24/9) kemarin. “Sementara ini, mulai hari ini kami tidak memberikan layanan poliklinik di rumah sakit. Kami tunggu komitmen dan perbaikan melayani masyarakat dari Freeport baru kami akan buka,” tegas Maria dijumpai di areal RSMM, Senin pagi tadi.
Meski mogok ini terlihat selama 3 jam, sekitar jam 9 pagi pasien menumpuk di RSMM dan akhirnya layanan poliklinik di RSMM berjalan normal kembali tanpa mendapat kepastian jawaban dari perusahaan raksasa itu.
Aksi persatuan karyawan RSMM ini berjalan hampir sejak seminggu lalu. Pihak rumah melalui selebaran dan spanduk di depan rumah sakit menuliskan sejumlah kalimat. Katanya, selama ini perhatian dan janji PTFI tak pernah dijawab. “Alat scan darah saja tidak ada, makanya banyak pasien meninggal dunia selama ini. Banyak pasien gagal ginjal, gagala cuci darah. Pasien malah dirawat di lorong-lorong koridor. Tempat tidur hanya 101 buah saja, pasien lain, laki-laki dan perempuan baku campur. Masuk dengan penyakit malaria, bawah pulang dengan TBC (tuberculosis). Jadi fasilitas ruang, alat-alat dan sarana di sini harus diganti,” tegas Maria ketika ditanya alasannya.
Lanjutnya, sebab itulah, banyak pasien meninggal dunia. Belum lagi termasuk, pasien dirujuk akibat kekurangan fasilitas di RSMM. “Kalau dirujuk, permintahannyta mintah ampun. Tunggu persetujuan berbulan-bulan dari Freeport. Kelamaan. Syukur-syukur kalau pasiennya masih bertahan hidup. Kalau tidak, seperti selama ini, sekitar 100 pasien rujukan ke Jakarta meninggal akibat keterlambatan jawaban rujukan dari perusahaan Freeport,” sambungnya.
Perlu diketahui,RSMM merupakan salah satu rumah sakit swasta yang didanai dari dana 1 persen kepada 7 suku local. Dalam pengelolahannya, dana tersebut disalurkan melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat  Amungme dan Kamoro (LPMAK), kemudian bekerja sama dengan pihak Keuskupan Timika. Secara teknis, Keuskupan Timika membentuk Yayasan Caritas Timika (YCT) Papua, dan mengangkat karyawan RSMM secara permanen. “Melalui Keuskupan dan LPMAK, Freeport hanya pasang muka. Tapi ingat, rumah sakit ini bukan untuk memperbaiki reputasi nama Freeport, tapi hak masyarakat. Jadi stop Freport bunuh masyarakat. Belum puas dengan mengekrok kekayaan alam Papuakah?” tepis Maria meninggalkan wartawan. (ALMER)