Rabu, 26 September 2012

Bencana Padang Hijau, Bencana Manusia Papua

Warga pendulang di Kali Kabur, areal Tailing PTFI. (Yamin Blogspot.com)
Dimanakah Padang Hijau yang dirusaki oleh proses sedimentasi?
Tahukah anda, Papua merupakan paru-paru dunia? Dari pesisir pantai sampai dataran tinggi Papua memiliki padang hijau yang terpesona. Tapi kondisi itu bakalan tak dijumpai di daerah areal tambang PT Freeport Indonesia (PTFI), Timika Papua. Mengapa? Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang, dan kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai limbah sisa pengolahan batu-batuan, tailing umumnya mengandung mineral-mineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut tidak bisa dihindari, dikarenakan pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery) 100%. Hal ini dapat disebabkan oleh kekerasan batuan dan bijih yang menyebabkan hasil giling cenderung lebih kasar, dan mengakibatkan perolehan (recovery) menurun disertai semakin rendahnya kandungan mineral di dalam konsentrat. Kehalusan ukuran butiran mineral juga menyebabkan sulitnya tercapai liberasi (liberation). Di daerah tambang PTFI (lihat figure 1), daerah pengrusakan atau penutupan lahan hijau Papua terjadi dari Grasberg sampai pelabuhan Amamapare dan sekitarnya, kurang lebih sepanjang 78 mill jauhnya. Bila disebutkan, daerah yang ditutupi tailing adalah Grasberg, areal pabrik pengolahan fisik dan kimiawi, eks pembuangan danau wanagon, hingga sungai dan muara  Aijkwa serta Sungai Otomona. Proses ini menyebabkan sedimentasi dari Grasberg sampai di laut selatan Papua.
Di dataran tinggi. Tahukah anda tentang pengrusakan yang terjadi di dataran tinggi (High Land)? Batas antara Taman Lorenz dengan areal tambang, secara kasad mata hampir tak jelas. Mungkin orang dalam (PTFI) yang mengetahuinya? Tapi daerah salju itu bakalan tertutup oleh proses sisa tambang. Tadinya, padang hijau dihiasi tanaman perdu, namun kini hijaunya hampir tak kelihatan lagi. Kendaraan dan alat berat berlalu-lalang di atasnya sepanjang 24 jam. Entah bagaimana, isi perut bumi Papua itu berubah kontras. Bukannya embun dan salju menutupinya. Tapi penutup High Land, Grasberg dan sekitarnya digantikan oleh bongkahan tanah, batuan dan sisa mineral bercampur bahan kimia berhamburan bagai pabrik bawah tanah ala United Stated of America (USA). Pernahkah anda mendengar atau membaca catatan harian maupun terbitan buku pengalaman para mantan karyawan PTFI? Lebih banyak mereka mengupas tentang padang hijau di dataran tinggi yang rusak akibat operasi perusahaan raksasa itu.
Di dataran rendah. Setelah beroperasi sejak puluhan tahun silam, proses sedimentasi terjadi hingga ke laut. Beberapa waktu lalu, pihak PTFI menjelaskan, meski telah bekerjasama dengan beberapa Universitas terkemuka Indonesia, tapi mengalami kesulitan untuk mengatasi pendangkalan air laut selatan Papua itu. Pendangkalan akibat tailing telah mematikan makhluk hidup air dan darat. Tim Peneliti eksternal PT Freeport Indonesia, Program penelitian konservasi pusat sumber daya geologi tahun 2007 menyebutkan areal pembuangan tailing mengandung bahan kimia yang dapat dimanfaatkan maupun tidak dapat dimanfaatkan. Bahan-bahan itu berbahaya  bagi manusia. Areal penyidikannya dalam wilayah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, dikenal dengan Mod ADA ( Modified Ajkwa Deposition Area), secara geografis terletak pada 136o 55’ - 136o 58’ Bujur Timur dan 4ยบ32’ – 4o40’ Lintang Selatan, dan secara administrasi termasuk Distrik Mimika Baru, Kota Timika, Provinsi Papua. Penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan tailing hasil pengolahan PT Freeport Indonesia masih mengandung bahan-bahan atau mineral yang dapat dimanfaatkan. Ke depan dianjurkan agar penilitiannya dilakukan di daerah Kali Otomona maupun Sungai Aijkwa dari mata air sampai muara kali, sepanjang garis 74 sampai 78 lebih mil.
Pembuangan tailing pada awalnya dilakukan pada aliran Sungai Ajkwa di era Tambang Ertsberg. Daerah ini  terpaksa direhabilitasi untuk sementara, kemudian sampai detik ini pembuangan tailing akibat tambang Grasberg dialihkan ke aliran Sungai Otomona, pengendapan di sisi timur aliran Sungai Ajkwa, melampaui lahan di atas 230 km².
Apa saja unsur kimianya?
Pemercontohan tailing oleh Tim Peneliti eksternal PTFI, Program penelitian konservasi pusat sumber daya geologi tahun 2007dilakukan dengan menggunakan bor Bangka 4 inc di 13 lokasi secara acak (scout drill), dan pendulangan pada 3 lokasi, dengan jumlah contoh, 63 contoh pasir, 66 contoh konsentrat dulang. Analisis contoh tailing dilakukan secara kimia dan fisika. Ternyata hasilnya memperlihatkan kandungan kadar Tembaga (Cu 0,16 % - 0,25 %), Timah Hitam (Pb 65 ppm - 103 ppm), Seng (Zn 0.015 – 0.05 %), Besi (Fe 6,14 % - 8,88 %), Arsenik (As 2 ppm – 28 ppm), Perak (Ag 2,00 ppm - 3,66 ppm), Sb < 2ppm – 5 ppm, Au 22 ppb - 355 ppb, dan Mercury (Hg 0.2ppb – 57 ppb). Hasil analisis major elemen, memperlihatkan tingginya kadar rata-rata elemen SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Kandungan mineral magnetit bervariasi baik secara horizontal maupun vertikal, dengan nilai tertinggi 84,97 % dan nilai terendah < 16 %. Hasil analisis cemaran radiasi terhadap 2 (dua) conto terpilih pada tailing PT FI menunjukkan kadar dibawah batas deteksi unsur Uranium (238U).
Bagaimana rasio sisa pengupasan bijih hingga kini?
Semenjak PT FI menambang Sumber daya alam (SDA) Papua, sampai saat ini jutaan ton tailing hasil pengolahaan telah dibuang, dari 7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988 dan awal tahun 2000 menjadi 223.100 ton/hari (www.weamaster@jatam.org). Tahun 2001, tingkat produksi pabrik pengolahan (mill) mencapai rekor dengan hampir 238.000 ton/hari serta produksi emas rata-rata setiap tahun mencapai hampir 3,5 juta ons, ditambah operasi DOZ pada tingkat 42.000 ton/hari tahun 2005. Hingga kini, produksi pabrik pengolahan mencapai di atas 300 ton/hari. Demi memanfaatkan Tailing sebagai bahan bermanfaat, Pohan dan kawan-kawannya melaporkan evaluasi sumberdaya di lahan tailing. Katanya, sumber daya hipotetik Cu 993.798 ton, Zn 140.660,64 ton, Au 12.4861.800 gr (± 12.4 ton), dan sumber daya hipotetik magnetit 1.659.120.000 kg (1.659.120 ton).
Tailing PTFI mengkontaminasi Lingkungan Hidup?
Selama ini kontaminasi tanaman dan hewan akibat tambang dan pembuangan tailing PTFI adalah, sedikitnya 5 jenis sayuran (Kol, Ketimun, Pare, Gambas dan Cay lan) di Millpost (MP) 21 pernah dilaporkan terkena kontaminasi bahan logam berupa Arsenic (Ar), Copper (Cu), Mercury (Hg), Lead (Pb) dan Zinz (Zn), dengan kadar Cu dan Zn diatas ambang batas standar. Monitoring dan evaluasi kandungan logam berat pada hasil bumi dianalisis pada bulan Februari 2006 lalu.
Kemudian berdasarkan hasil monitoring report PT FI pada Juni 2006, Departemen Lingkungan Hidup PTFI menemukan sekitar 15 jenis tanaman yang dipanen dan dikumpulkan dari kebun percontohan hasil bumi di Mile 21 mengandung beberapa unsur logam yang membahayakan vegetasi alam. Analisis pada Seledri, Sawi Hijau, Bayam Merah, Bayam Hijau, Kangkung, Sawi “petsay”, buncis, bengkoang, kentang, singkong, talas, padi, ketimun “Hercules”, mentimun hijau “Rocket” dan mentimun ‘Venus” ternyata terkontaminasi oleh unsur logam.
Bahaya kontaminasi logam melalui rantai makanan tidak hanya berhenti sampai vegetasi alam berupa hasil pertanian yang telah disebutkan diatas. Namun juga berdasar laporan itu, diketahui produktivitas 20 jenis kupu-kupu menurun akibat kontaminasi logam berat sebagai efek genetik. Beberapa logam berat yang disebutkan dalam laporan tersebut, umumnya merugikan manusia bahkan membawa fatal bagi manusia. Seperti selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn), dan tembaga (Cu). Masih menyelidiki temuan pancaran unsur Uranium (U) dalam areal tailing PTFI.
Dalam hubungan rantai makanan, beberapa jenis tanaman di MP 21 ditanami sebagai sumber pakan dan tempat berkembang biak. Lalu setiap jenis kupu-kupu mempunyai sumber pakan dan tempat berkembang biak pada jenis-jenis tanaman tertentu. Seperti jenis tanaman yang menjadi sumber pakan disebutkan untuk kupu-kupu Papilio aegeus, Papilio ulysses, Papilio demeleus Papilio ambrax ; Kupu-kupu jeruk (Citrus sp.) Evodia elleryana mengisap madu bunga-bunga kembang sepatu.
Sedangkan untuk jenis Catopsilia pamona dan Appias celestina memakan jenis tanaman pakannya. Kupu-kupu Elodina andropsi, Hypolimmas bolina, pakannya berupa jeruk dan bunga pecah piring dan jenis tanaman lainnya. Kupu-kupu yang mempergunakan tanaman sebagai tempat meletakkan telurnya adalah dari family (Caecalpinoideae),Cassia alata,Cassia sp. dll. Sementara kupu-kupu jenis Cathobsila cydippe, Ideopsis juventa, Mycalesis aethiops, Parthenos aspila tigrina, Melanitis constantina dan Malanitis leda, mengisap gula buah-buah madu bunga Ficus damaropsis, Psigium guyajava yang membusuk.
MP 21 terletak pas di lokasi Tailing, atau perumahan warga penduduk di sebelah tanggul barat PTFI.  Kupu-kupu sebagai materi biologi mengalami interaksi dengan logam, meski berbahaya. Aktivitas dan proses alami terjadi. Bahayanya, unsur logam ataupun senyawa kimia  telah sampai kepada biota lain dan vegetasi alam sekitarnya melalui jalur rantai makanan maupun secara langsung.  Dengan demikian diduga bahwa, kontaminasi tailing juga telah sampai kepada manusia warga sekitarnya di sepanjang pembuangan tailing. Di Timika, warga mengeluhkan sejumlah penyakit. Mulai dari gatal-gatal hingga penyakit kronis. ”Perlu ada penyelidikan lebih lanjut. Apakah penyakit-panyakit itu akibat tailing?” ucap sumber pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika kepada penulis. Diduga, kontaminasi itu terjadi kepada manusia melalui aktivitas warga. Selain secara langsung warga Kampung Nayaro yang melintasinya, juga akibat konsumsi hasil kebun, perikanan warga serta pembibitan perekonomian lainnya milik warga Kebun Sirih, Sektoral, Gorong-gorong, Sempan, SP-1, Kampung Nawaripi dan SP-4, hingga ke Mapurujaya dan Paomako, Timika Papua.  Sedangkan di sisi tanggul timur, Kampung Nayaro merupakan kandang dalam areal tailing. Di Nayaro, sudah merupakan lagu lama tentang kontaminasi langsung maupun melalui perantara. Hanya saja survei dan penyidikan belum dilakukan secara luas.
Manusia terkena paparan bahan unsur/senyawa yang sebenarnya wajib dihindari menurut waktu, jarak dan proteksi. Tapi bila tidak, kontaminasi secara langsung maupun melalui perantara terjadi. Misalnya melalui rantai makanan tadi. Proses-proses ini terjadi dan dibiarkan hampir 42 tahun lamanya PTFI beroperasi di Papua. Dampak dari pembiaran adalah di areal tambang maupun lokasi pembuangan tailing di Timika telah terjadi kontaminasi, ada pencemaran lingkungan, ada perusakan lingkungan, kerusakan habitat dan lainnya. Bahkan belakangan ini, akibat sedimentasi juga hampir menenggelamkan wilayah Mimika Barat, Kaokanao hingga Pulau Tiga di bagian Timur Kabupaten Mimika. Ikan, kepiting, siput dan lain-lain pun telah dikeluhkan warga. Mengapa hasil bumi di laut, kali maupun di darat rasanya tidak seperti dulu? Bahkan sampai organ tubuh manusia mengalami jenis penyakit aneh. Tiba-tiba terjadi serangan wabah di wilayah atau areal tertentu. Jenis penyakit tersebut akibat kontaminasi bahan atau kimia. Lebih ironisnya, para dokter di rumah sakit mendiagnosa sebagai penyakit akibat umumnya.
Di lahan tailing terdeteksi bahan radioaktif sekelas uranium. Pohan dan kawan-kawannya mengemukakan pancaran radiasi kelas uranium di bawah ambang batas. Sementara unsur atau bahan radiasi dalam dosis tertentu merusak sel, jaringan, organ, sistem tubuh manusia secara permanen. Bahkan bila manusia terpapar terus menerus dalam waktu yang lama, dosis radiasi tinggi, dapat merusak, mematikan sel, jaringan, sistem, organ tubuh manusia secara permanen. Akibat radiasi pula menyebabkan manusia mengalami cacat fisik dan mental sebagai dampaknya. Pernahkah anda berpikir, mengapa karyawan PTFI rata-rata tidak punya anak, mandu setelah bekerja di PTFI? Terutama karyawan di bawah tanah (underground), petugas lapangan sekitar lahan tailing sampai karyawannya di Portsite, bahkan staf sekalipun di ruangan terlihat kurus di atas aneka sajian makanan 4 sehat lima sempurna? Pernahkah ada penelitian terhadap karyawan laki-laki? Salaj seorang Dokter Kandungan, Wendy (Almahrum) ketika semasa bertugas di Freeport pernah mengungkap kandungan logam pada ibu-ibu hamil. Kata dia, logam pada janin mampu menganggu sel dan kromosom manusia. Dampaknya kepada ibu dan anak (bayinya), katanya waktu itu tahun 2008.
Apakah ada kontak Wahli atau Jatam di Timika?
Kalau tidak ada siapa kontak person terkait pengruskan lingkungan hidup di Timika? Tidak ada. Sejak awal tahun 2000 lalu, institusi ini telah dibekukan oleh PT FI, dengan dalih mendukung program wahli dan jatam. Salah seorang sumber Wahli wilayah Indonesia Timur menyebutkan, institusi  lembaga  pemerhati lingkungan hidup itu mendapat support dana besar, sehingga tidak berani protes aktivitas dan dampak tambang PT FI terhadap lingkungan dan manusia sekitarnya. Hingga kini di Timika maupun secara nasional tidak ada lembaga lingkungan hidup yang berani bicara soal efek buruk terhadap regenerasi manusia Papua sekitar tambang raksasa itu.(Willem Bobi)