"Papua sebagai tanah damai tidak akan pernah terwujud kalau rasa keadilan belum pernah tercapai," kata Ketua Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika, Saul Wanimbo, di Timika, sabtu (11/12).
”Tetapi ide dan pemahaman tersebut hampir tidak ada sekarang. Masih banyak terjadi konflik sana-sini dalam segala bentuk. Termasuk penerapan ketidakadilan antar golongan dan individu dalam kehidupan bermasyarakat,” ujar Rohaniwan itu.
Hampir satu dekade ’Papua tanah damai’ telah dikampanyekan secara rutin, namun menurutnya, para pelaku kejahatan kemanusiaan dan pelanggar hak azasi manusia (HAM) terus bertambah. bahkan para pelaku ini belum diadili secara transparan. ”Padahal mereka ini harus diberi hukum setimpal sesuai perbuatan dan hukum yang berlaku,” paparnya.
Selama ini pula penegakan hukum di Papua dinilai masih lemah. ”Seolah-olah penegak hukum main tebang pilih, padahal hukum di
Indonesia harus berlaku sama bagi semua orang di republik ini,” tekannya. Dalam konteks hukum di republik indonesia, katanya, siapa pelaku kejahatan harus diadili sesuai hukum. ”sekali lagi, para penegak hukum terutama pihak polri (Kepolisian republik Indonesia) harus tegas dan bekerja profesional,” tuturnya.
Dalam penyelesaian kasus konflik, Wanimbo juga menegaskan penerapan hukum positif tidak boleh digantikan oleh hukum adat. ”Seperti denda harta atau uang boleh dilakukan secara adat. Tetapi hukum positif juga harus dijalankan,” terangnya.
Dia menilai, hingga kini di Timika, pemberlakuan hukum positif selalu digantikan dengan hukum adat. ”Para pelaku pembunuhan atau perang antar kelompok masyarakat tak boleh hanya berhenti dengan cara membayar kepala,bahkan pelaku pembunuhan dan pemilik perang di Timika ataupun di mana saja harus diseret sampai meja hijau,"
Lebih lanjut soal penghayatan hukum, Wanimbo mengatakan penerapan hukum yang setengah hati hanya menciptakan kebimbangan, keraguan dan kebimbangan di tengah masyarakat. Buktinya, di Timika para pelaku kejahatan dan pelanggara kemanusiaan tidak pernah masuk ke penjara. ”Ini karena kurangnya kontrol dari aparat penegak hukum, serta bertugas setengah hati,” jelasnya.
Penegakkan hukum dengan hanya membayar kepala ratusan juta tak pernah menuntaskan konflik serta tak akan pernah memberantas pelaku kejahatan dan pelanggar kemanusiaan. Ketegasan itu dilontarkan Wanimbo dalam rangka menyambut hari HAM sedunia, Jumat (10/12) kemarin. ”Semoga peringatan HAM tahun ini dapat membantu semua pihak untuk menghayati dan menghargai HAM,” pesannya. (Willem Bobi)