JUBI --- Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua (SKPHP)
menyebutkan, sedikitnya 6.115 korban kasus pelanggara Hak Asasi
Manusia di Papua hingga kini masih terlantar.
"Tak ada itikad baik dari pemerintah untuk memperhatikan nasib para
korban," kata Peneas Lokbere, korban kasus Abepura berdarah, kepada
JUBI, di Jayapura, Senin (13/12).
SKPHP mencatat, sebanyak 105
warga korban kasus Abepura berdarah, 7 Desember 2000. Dari 105 korban
itu, 10 diantaranya meninggal dunia sementara lainnya masih menderita
sakit akibat penyiksaan yang dialami.
Kasus Wasior berdarah, 13 Juni 2001, terdapat 315 korban, 32
diantaranya tewas, lainnya lagi masih terus memperjuangkan nasib mereka.
Selanjutnya,
kasus Wamena berdarah, 6 Oktober 2000 dan 4 April 2003 berjumlah 205
korban. 10 orang dari kasus ini meninggal, 3 orang diantaranya tewas
seketika usai disiksa dan dianiaya.
Kasus Biak berdarah dan kasus pelanggaran HAM lainnya hingga kini
belum terdata secara baik. Data itu dikeluarkan oleh SKPHP dalam momen
Hari HAM 10 Desember tahun 2010.
“Negara dan pemerintah daerah enggan menyelesaikan ratusan kasus ini,” tuturnya.
Lokbere
menjelaskan, kasus Abepura berdarah disidangkan di pengadilan HAM
Makasar pada tanggal 8 – 9 November 2005. Proses persidangan saat itu
sangat lambat dan tertutup. Lanjut Lokbere, hasilnya mengecewakan
ratusan korban. Dua terdakwa dalam kasus itu, komisaris polisi Daud
Sihombing dan kepala Brimob, Jhony Wainal Usman divonis bebas oleh
hakim dalam persidangan.
“Mereka berdua ibaratnya pahlawan yang
berhasil memimpin pasukan di medan perang sehingga diberi penghargaan
dan jabatan tinggi,” ujarnya.
Dia menambahkan, padahal kasus
Abepura masuk kategori kasus pelanggaran HAM berat. Hinggga kini para
korban dari kasus ini masih terus memperjuangkan nasibnya. Kasus HAM
Papua lainnya seperti Biak berdarah, Wasior dan Wamena sudah diajukan
ke kejaksaan tinggi di Jakarta, namun sampai saat ini belum ditindak
lanjuti.
Sementara itu, Nehemia Yarinap, keluarga korban kasus
Wamena berdarah, 6 oktober 2000 dan 4 april 2003. Yarinap menilai,
Negara sepertinya menganggap remeh ratusan kasus HAM yang pernah
menimpa warga Papua.
“Negara dan pemerintah malas tau (cuek) dengan kasus-kasus ini.
Padahal para korban dari kasus-kasus itu masih trauma,” ungkapnya.
Para korban, kata dia, hingga kini masih berupaya meminta pemulihan
dari pemerintah. “Banyak dari kasus-kasus ini yang menelantarkan nasib
korban,” kata Yarinap. (Musa Abubar)