Tugas Badan Intelijen Negara atau BIN adalah mengumpulkan
informasi dan mengusulkan kebijakan terkait ancaman terhadap negara. Bahasa
pasar BIN di Papua dikenal dengan sebutan memata-matai orang Papua.
Rasa kekhawatiran terkadang bagi orang Papua, sebab
kekerasan akan menyertai warga untuk turut dan setia dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun kekhawatiran itupula yang menjadi
ancaman atau peluang bagi perusahaan raksasa itu.
Mengenai siapa BIN? “Tugas tukang ojek, penjual sayur atau
pedagang di Timika adalah mematai-matai kami orang Papua,” demikian lontaran
kalimat bila memintahi pendapat mengenai mata-mata tentara atau polisi orang
Indonesia.
Ungkapan itu menunjuk kepada pekerja BIN atau badan
intelijen lain di NKRI. Jabatan itu perna ditugasi juga oleh Maroef Sjamsoeddin,
sebagai wakil Kepala BIN periode 2011-2014. Sekarang, sejak Rabu (7/1/2014),
Maroef menjabat sebagai Presiden Direktur PT FI. Apakah yang Maroef akan kerjakan? Tentunya
bukan sebagai kepala mata-mata, namun sebagai direktur perusahaan raksasa, menggantikan
Rozik B Soetjipto, sebelumnya.
Maroef meski berlatar belakang pendidikan bisnis, mantan
purnawirawan Marsekal muda TNI AU itu dinilai tak berpengaruh terhadap
renegosiasi amandemen kontrak karya PT Freeport beberapa waktu mendatang.
Seperti diungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI, Satya Widya
Yudha, Rabu (7/1/2014).
“Menurut saya tidak ada hubungan dengan kontrak karya,
karena proses harus transparan sesuai criteria nantinya,” katanya seperti
dilangsir Okezone.com.
Berbicara soal amandemen kontrak karya Freeport
merupakan keterkaitan undang-undang negara Indonesia.
Amandemen kontrak karya merupakan salah satu dari tugas
harian lainnya, yakni memimpin perusahaan raksasa itu termasuk mendorong
kebijakan republik Indonesia terhadap kebijakan perusahaan asing.
Fungsinya pun tak akan terlepas dari pekerjaan hariannya,
yakni mematai-matai perusahaan asing itu. Selain itu menurut Tokoh komunitas
Intelektual Papua, kehadiran Maroef dalam manajemen Freeport akan meredam dan
menjalankan perannya sebagai intelijen negara.
“Pengotakan, dan protes keras keras warga itu mesti
diantisipasi!” demikian salah seorang karyawan menuliskan status facebooknya
sore ini, Kamis 98/1/2015).
Maroef hadir diantara pro-kontra manajemen Freeport.
Komunitas lokal versus non lokal. Lokal 7 suku versus non 7 suku, dan berragam
konflik internal sedang melanda perusahaan.
Segudang beban yang dipindahkan dari ozik kepada Maroef. Apakah
Maroef akan meredam situasi perusahan asing ini hingga berjalan imbang? Ataukah
akan terjadi lebih banyak konflik, lebih banyak konta internal, lebih banyak
korban di sisi karyawan dan manajemen perusahaan asing? Kita nantikan
realisasinya. (Almer)