Ketua Bidang Humas Badan Eksekutif Mahasiswa, Benyamin Gurik, mengatakan aksi damai yang akan digelar 10 Desember menyikapi tindakan aparat keamanan yang bersikap represif terhadap masyarakat sipil di Papua. “Aksi tersebut bertujuan damai sekaligus merefleksikan kinerja TNI dan POLRI yang bersikap keras terhadap masyarakat sipil di Papua,” ujarnya, di Jayapura, Rabu (8/12).
Menurutnya, pola pendekatan keamanan di Papua seharusnya perlu diorganisir kembali agar tidak terkesan pola lama dalam menyelesaikan konflik dan masalah di tanah Papua. “Sekarang sudah zaman reformasi, karena itu pola lama menyelesaikan konflik di tanah Papua seharusnya dihentikan,” jelasnya.
Dijelaskan, pemerintah sebaiknya melakukan dalam menyelesaikan setiap permasalahan di Papua. “Pendekatan ini tdak boleh diabaikan pemerintah karena ini satu-satunya alternatif yang harus dijalankan dalam mengakhiri persoalan yang belum terselesaikan,” ujarnya.
Aksi damai yang akan digelar 10 Desember mendatang menekankan empat hal pokok yang perlu diselesaikan pemerintah Indonesia. Pertama, menghentikan stigmatisasi separatis dan OPM bagi aktivis Papua, masyarakat pribumi Papua, dan LSM yang ada di seluruh Papua. Kedua, segera tarik mundur pasukan militer baik organik maupun non organik di Papua.
Ketiga, segera buka ruang dialog yang bermartabat, independen, jujur dan adil antara rakyat pribumi dengan pemerintah Indonesia yang difasilitasi pihak ketiga guna membicarakan dan menyelesaikan konflik berkepanjangan sehingga merenggut ribuan nyawa masyarakat sipil di Papua.
Keempat, hentikan pendekatan militer dan kekerasan dalam menyelesaikan konfllik di Papua karena kekerasan dan pembunuhan terhadap manusia adalah kejahatan kemanusiaan yang amat besar.
Benyamin mengatakan keempat aspirasi damai tersebut sebagai wujud kepedulian Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Cenderawasih menyikapi berbagai tindakan kekerasan militer, operasi militerdan berbagai kejahatan lain yang mengancam hak hidup, hak berorganisasi masyarakat pribumi. (Karolus)