”Kenyataan yang ada selama ini, TNI maupun Polri di Papua tidak memberikan keamanan dan kenyaman bagi warga setempat,” ujar Saul Wanimbo, di Mimika, Jumat (3/12). SKP menilai, penambahan pasukan serta penempatan pos dan pembukaan pos militer di Kwamki lama menyelesaikan berbagai persoalan. Ia menekankan persoalan utama yang nampak adalah penangganan konflik horizontal di Kwamki lama maupun aksi penganiayaan masih terjadi di Tingginambut Puncak Jaya Papua.
Dalam penangganan daerah Konflik di Papua, SKP Timika menyampaikan 3 hal. Diantaranya, pertama, Pembukaan pos koramil maupun pos polisi/Polsek yang menjamur di tingkat distrik atau kecamatan harus berfungsi efektif. Kedua, kehadiran pos tak hanya berfungsi aktivitas rutin kantor, tetapi mampu menunjukkan jaminan keamanan dan kenyaman masyartakat di muka publik. Ketiga, TNI/POLRI harus menjelaskan program penangganan konflik kepada elemen masyarakat maupun khalayak umum sehingga bisa dipahami bersama. ”Program atau rencana kerja bisa dikerjakan bersama masyarakat. Bila ada jaminan keamanan kepada masyarakat, saya pikir tidak perlu ada pos-pos militer di sini. Kalau pos-pos militer ini belum mampu menjamin keamanan masyarakat, lebih baik tidak usah buka pos,” paparnya.
Ia menambahkan rencana pembukaan pos militer di Timika belum direspon baik oleh masyarakat. ”Kehadiran aparat militer selama ini jarang berkoordinasi dengan masyarakat setempat,” imbuhnya.
Justru kehadiran militer tanpa kompromi kepada masyarakat katanya, akan menimbulkan berbagai persoalan seperti keamanan dan kenyaman sosial serta terhadap lingkungan sekitarnya. TNI/Polri sebelumnya merencanakan pos koramil dan Polsek di Kwamki Lama Timika, belum lama ini. (Willem Bobi)