Ilustrasi pengungsian warga. (www.tabloidjubi.com) |
Peristiwa penembakan terhadap warga sipil oleh aparat
kepolisian dan tentara nasional Indonesia (TNI) selama ini tak selalu tanpa
alasan. Demikian juga dengan peristiwa penembakan terhadap warga sipil bernama,
Yondiman Waker (39) yang ditembak kemarin, dipicu oleh faktor pendorong.
Peristiwa penembakan itu diawali dengan penyisiran lokasi
warga di kawasan pendulangan, kemudian ke lokasi perumahan warga. Sejumlah
rumah dan tenda milik warga dibakar, beserta warga lainnya diungsikan ke Kota
Timika, Kab Mimika.
NM, Salah satu warga di Camp Pengungsiannya mengakui,
peristiwa itu bermula dari aksi terror dan marah-marah dari oknum aparat
polisi. “Karena dorang (Polisi) datang marah-marah, lalu kami marah kembali.
Kamu itu datang cari makan baru mau bunuh siapa?” ujar seorang ibu menirukan
gertakannya.
Perkataan demikian tentunya telah menaikkan pitam para
polisi itu. Meski demikian, warga lain di Paniai menyebutkan beberapa poin
sebagai alasan atau latar belakang situasi tersebut.
Diantaranya, peristiwa tersebut hanya mencari nama baik. “Setelah
peristiwa penembakan warga oleh polisi dna tentara (Indonesia-red), mereka
harus bayar mahal. Bayar nyawa, nama dan keluarga korban,” sambung Paitua
Gobay, mewakili keluarga korban.
Demi pemulihan nama tersebut, polisi dan tentara menciptakan
situasi penembakan lain yang notabene pelakunya dituding berasal dari warga. “Kalau
menyebut penembaknya adalah warga, maka pelaku penembakan di Paniai aman. Tidak
diungkit, dan mereka telah mencari nama baik melalui situasi Timika!” kesannya.
Berbeda dengan grup media sosial yang beredar di phone
selular. Salah satu warga di Jayapura, menuliskan pesannya terkait situasi
keterlibatan pihak aparat. “Kehadiran Jokowi dan pernyataan pimpinan di Markas
Komando Militer beberapa waktu lalu, telah mengundang perhatian berbagai pihak.
Dari situ, rencana dialog diungkap Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia.
Runtutan peristiwa-peristiwa politik di Papua ini, sama saja mau bikin kabur
air (situasi rencana dialog Jakarta-Papua-red),” kesannya.
Faktor lain adalah, Bulan Januari merupakan awal tahun
program pemerintah dan negara. “Kalau kasus kekerasan sejak awal tahun itu, itu
sama artinya dengan tentara dan polisi meminta porsi anggaran, proyek yang
besar,” cetus warga lainnya di Mimika.
Entah apa gerangan? Motif pemicu kasus penembakan yang
dituding kepada Waker di Timika-pun tak jelas. Bagi warga, hal itu tak masuk
akal.
“Kalau mereka ungkap pelaku penembakan di kawasan perusahan,
itu pertama dalam sejarah. Sebelumnya, pelaku penembakan tak selalu diungkap
oleh polisi dan tentara!” papar Yones, warga pengungsi di Mimika.
Ungkapan berbeda lainnya, Elieser, pekerja tambang di PT
Freeport menilai, situasi tersebut muncul seiring detik-detik pelantikan
pimpinan direktur utama PT Freeport. “Jadi peristiwa penembakan dan penyisiran
warga ini muncul bersamaan dengan penempatan pemimpin manajemen baru. Maroef
Sjamsoeddin menggantikan Rozik untuk pimpin PTFI,” ujarnya. (Kotekabobe)