Minggu, 01 Juli 2012

Militer Indonesia Dinilai Menciptakan Kekacauan di Papua

Ilustrasi korban kekerasan militer Indonesia di Papua. (Ist).

Rentetan penembakan bersenjata terhadap warga asing dan sipil di Papua selama ini, dinilai aksi shock teraphy militrer Indonesia. Demikian diungkapkan warga dalam diskusi tertutup di Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Senin (2/7).
Kelompok warga Papua, di  Kampus Uniersitas tersebut, dilontarkan para mahasiswa, asal Papua. “Semua kekacauan ini dirangkai demi kepentingan politik Indonesia di Papua,” simpulnya dalam diskusi tersebut. Alasannya cukup mencolok. Situasi hak Politik Papua telah menggema di tingkat dunia. “Karena aspirasi hak kebebasan politik (Papua Merdeka-red) telah sampai di meja PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa),” jelas kelompok independen itu.
Berkaitan rentetan aksi tersebut, Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti mengatakan, aksi penembakan di Papua berbeda dengan aksi penembakan bermotif ekonomi di kota lain di Indonesia. “Jadi aksi penembakan misterius di Papua itu, ingin menciptakan situasi chaos dan ketakutan masyarakat,” ujar Indarti, beberapa waktu lalu.  Aksi penembakan misterius di Papua diawali sejak masa orde baru. Kala itu, Presiden Soeharto tahun 1983 juga menerapkan aksi  bersejata misterius (dari anggota Anggota Bersejata Republik Indonesia – ABRI untuk shock therapy bagi kelompok yang dianggap kriminal.
Hingga kini aksi misterius kerap terjadi di Papua. Herannya Militer Indonesia tak pernah mengungkap pelaku secara independen dan terbuka,kecuali pernyataan publik yang menuding pelaku berasal dari organisasi Papua Merdeka (OPM).  Indonesia selalu berkata basi. OTK, alias orang tak dikenal, namanya.

Endarti  mendesak Presiden SBY agar mempersiapkan dialog antara Jakarta dan Papua. Aspirasi Rakyat Papua harus didengar. Sebab pendekatan keamanan dan pendekatan ekonomi selama ini hanya bersifat top-down. “Korban akan terus bermunculan sana-sini. Mestinya SBY tanggap persoalan ini sesuai dengan keinginan rakyat Papua,” ujarnya. Bukan nafsu Jakarta, untuk menguasai dan membunuh rakyat Papua tanpa batas waktu. (Almer Pits)