Kamis, 08 Januari 2015

Wakil BIN Jadi Direktur Freeport, Apa Tugasnya?

Maroef Sjamsoeddin (Ist)

Tugas Badan Intelijen Negara atau BIN adalah mengumpulkan informasi dan mengusulkan kebijakan terkait ancaman terhadap negara. Bahasa pasar BIN di Papua dikenal dengan sebutan memata-matai orang Papua.
Rasa kekhawatiran terkadang bagi orang Papua, sebab kekerasan akan menyertai warga untuk turut dan setia dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun kekhawatiran itupula yang menjadi ancaman atau peluang bagi perusahaan raksasa itu.
Mengenai siapa BIN? “Tugas tukang ojek, penjual sayur atau pedagang di Timika adalah mematai-matai kami orang Papua,” demikian lontaran kalimat bila memintahi pendapat mengenai mata-mata tentara atau polisi orang Indonesia.
Ungkapan itu menunjuk kepada pekerja BIN atau badan intelijen lain di NKRI. Jabatan itu perna ditugasi juga oleh Maroef Sjamsoeddin, sebagai wakil Kepala BIN periode 2011-2014. Sekarang, sejak Rabu (7/1/2014), Maroef menjabat sebagai Presiden Direktur PT FI.  Apakah yang Maroef akan kerjakan? Tentunya bukan sebagai kepala mata-mata, namun sebagai direktur perusahaan raksasa, menggantikan Rozik B Soetjipto, sebelumnya.
Maroef meski berlatar belakang pendidikan bisnis, mantan purnawirawan Marsekal muda TNI AU itu dinilai tak berpengaruh terhadap renegosiasi amandemen kontrak karya PT Freeport beberapa waktu mendatang.
Seperti diungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI, Satya Widya Yudha, Rabu (7/1/2014). 
“Menurut saya tidak ada hubungan dengan kontrak karya, karena proses harus transparan sesuai criteria nantinya,” katanya seperti dilangsir Okezone.com. 
Berbicara soal amandemen kontrak karya Freeport merupakan keterkaitan undang-undang negara Indonesia.
Amandemen kontrak karya merupakan salah satu dari tugas harian lainnya, yakni memimpin perusahaan raksasa itu termasuk mendorong kebijakan republik Indonesia terhadap kebijakan perusahaan asing.
Fungsinya pun tak akan terlepas dari pekerjaan hariannya, yakni mematai-matai perusahaan asing itu. Selain itu menurut Tokoh komunitas Intelektual Papua, kehadiran Maroef dalam manajemen Freeport akan meredam dan menjalankan perannya sebagai intelijen negara.
“Pengotakan, dan protes keras keras warga itu mesti diantisipasi!” demikian salah seorang karyawan menuliskan status facebooknya sore ini, Kamis 98/1/2015).
Maroef hadir diantara pro-kontra manajemen Freeport. Komunitas lokal versus non lokal. Lokal 7 suku versus non 7 suku, dan berragam konflik internal sedang melanda perusahaan.
Segudang beban yang dipindahkan dari ozik kepada Maroef. Apakah Maroef akan meredam situasi perusahan asing ini hingga berjalan imbang? Ataukah akan terjadi lebih banyak konflik, lebih banyak konta internal, lebih banyak korban di sisi karyawan dan manajemen perusahaan asing? Kita nantikan realisasinya. (Almer)