Sabtu, 06 November 2010

100 Hari Kematian Ardiansyah Matra’is

JUBI --- Tanggal 5 Desember 2010 genap  100 hari kematian Almahrum Ardiansyah Matra’is, Wartawan Tabloid JUBI dan Merauke TV, yang meninggal secara misterius di Kali Maro Merauke, tiga bulan lalu.  Dalam proses penyelidikan pengungkapan motif  dibalik kamatian Ardiansyah, rupanya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Menurut Lasarus Gon dari Divisi Advokasi AJI Jayapura, setidaknya, dalam peyelidikan awal, menuai dualisme pernyataan dari polisi.  Polres Merauke menyatakan bahwa Almahrum Ardiansyah meninggal murni  kecalakaan dan tidak ada tanda-tanda kekerasan, sedangkan  Mabes Polri menyatakan bahwa sebelum Almahrum meninggal ada dugaan mengalami kekerasan fisik.
Alibi Mabes Polri ini setidaknya mengacu pada tanda-tanda bekas kekerasan pada beberapa organ tubuh korban, seperti  lidah menjulur, memar pada bagian kepala belakang, dan satu gigi  rontok. Peryataan Polri ini juga serupa dengan hasil investigasi AJI Jayapura bersama AJI Indonesia yang menyimpulkan, bahwa sebelum Almarhum meninggal , terlebih dahulu  mengalami tindak kekerasan, lalu dihanyutkan ke arus Sungai Maro.
"Dalam melakukan otopsi, tim  Forensik Polda Sulawesi Selatan ternyata mendukung peryataan Polres Merauke, dan ‘merontokan’  temuan Mabes Polri. Akibat dualisme pernyataan tersebut, tentu sangat membingungkan pihak keluarga, termasuk para insan jurnalis dimana pun berada." sesal Lasarus Gon.
Menurutnya, AJI Jayapura tetap menganggap kematian Ardiansyah ini masih menyisahkan teka-teki. Selain tidak mampu menangkap pelaku, aparat penyidik juga tidak melakukan  olah TPK dan tidak melakukan visum terhadap barang bukti yang ditemukan  di jembatan kali Maro, Seperti  Sandal dan Sepeda motor yang digunakan korban.
Selain motif  Kematian Adiansyah yang masih misterius,  fenomena Kekerasan terhadap wartawan pun masih terjadi. Kebebasan wartawan sekarang masih dikekang. Teror dan ancaman masih menghantui wartawan. Lidah akan disilet, kantor redaksi akan dibakar, dituding sebagai provokator, dan sederetan kekerasan verbal lainnya.
Kasus Kematian Ardiansyah dan kekerasan verbal lainnya merupakan catatan kelam jurnalis di Papua. Wartawan saat ini dianggap sebagai musuh, bukan lagi mitra masyarakat. Jika kekebasan jurnalis dikekang, tentu saja  melumpuhkan sendi demokrasi di Indonesia.
Mengenang  100 hari kematian Ardiansyah, AJI Jayapura menyatakan beberapa tuntututan yakni  mendesak Polda Papua dan Polres Merauke untuk tetap melakukan penyelidikan hingga menemukan bukti baru terhadap Kasus Kematian Ardiansyah Matrais, menyerukan agar menghentikan segala bentuk kekerasan fisik mau pun kekerasan verbal terhadap jurnalis dan meminta aparat kepolisian agar menjamin keselamatan wartawan pada setiap peliputan yang dianggap berbahaya. (Musa Abubar)