Kamis, 08 Januari 2015

Ini Faktor Pemicu Penembakan Yondiman Waker


Ilustrasi pengungsian warga. (www.tabloidjubi.com)
Peristiwa penembakan terhadap warga sipil oleh aparat kepolisian dan tentara nasional Indonesia (TNI) selama ini tak selalu tanpa alasan. Demikian juga dengan peristiwa penembakan terhadap warga sipil bernama, Yondiman Waker (39) yang ditembak kemarin, dipicu oleh faktor pendorong.
Peristiwa penembakan itu diawali dengan penyisiran lokasi warga di kawasan pendulangan, kemudian ke lokasi perumahan warga. Sejumlah rumah dan tenda milik warga dibakar, beserta warga lainnya diungsikan ke Kota Timika, Kab Mimika.
NM, Salah satu warga di Camp Pengungsiannya mengakui, peristiwa itu bermula dari aksi terror dan marah-marah dari oknum aparat polisi. “Karena dorang (Polisi) datang marah-marah, lalu kami marah kembali. Kamu itu datang cari makan baru mau bunuh siapa?” ujar seorang ibu menirukan gertakannya.
Perkataan demikian tentunya telah menaikkan pitam para polisi itu. Meski demikian, warga lain di Paniai menyebutkan beberapa poin sebagai alasan atau latar belakang situasi tersebut.
Diantaranya, peristiwa tersebut hanya mencari nama baik. “Setelah peristiwa penembakan warga oleh polisi dna tentara (Indonesia-red), mereka harus bayar mahal. Bayar nyawa, nama dan keluarga korban,” sambung Paitua Gobay, mewakili keluarga korban.
Demi pemulihan nama tersebut, polisi dan tentara menciptakan situasi penembakan lain yang notabene pelakunya dituding berasal dari warga. “Kalau menyebut penembaknya adalah warga, maka pelaku penembakan di Paniai aman. Tidak diungkit, dan mereka telah mencari nama baik melalui situasi Timika!” kesannya.
Berbeda dengan grup media sosial yang beredar di phone selular. Salah satu warga di Jayapura, menuliskan pesannya terkait situasi keterlibatan pihak aparat. “Kehadiran Jokowi dan pernyataan pimpinan di Markas Komando Militer beberapa waktu lalu, telah mengundang perhatian berbagai pihak. Dari situ, rencana dialog diungkap Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia. Runtutan peristiwa-peristiwa politik di Papua ini, sama saja mau bikin kabur air (situasi rencana dialog Jakarta-Papua-red),” kesannya.
Faktor lain adalah, Bulan Januari merupakan awal tahun program pemerintah dan negara. “Kalau kasus kekerasan sejak awal tahun itu, itu sama artinya dengan tentara dan polisi meminta porsi anggaran, proyek yang besar,” cetus warga lainnya di Mimika.
Entah apa gerangan? Motif pemicu kasus penembakan yang dituding kepada Waker di Timika-pun tak jelas. Bagi warga, hal itu tak masuk akal.
“Kalau mereka ungkap pelaku penembakan di kawasan perusahan, itu pertama dalam sejarah. Sebelumnya, pelaku penembakan tak selalu diungkap oleh polisi dan tentara!” papar Yones, warga pengungsi di Mimika.
Ungkapan berbeda lainnya, Elieser, pekerja tambang di PT Freeport menilai, situasi tersebut muncul seiring detik-detik pelantikan pimpinan direktur utama PT Freeport. “Jadi peristiwa penembakan dan penyisiran warga ini muncul bersamaan dengan penempatan pemimpin manajemen baru. Maroef Sjamsoeddin menggantikan Rozik untuk pimpin PTFI,” ujarnya. (Kotekabobe)