Selasa, 20 Januari 2015

Menyimak BG, Mewaspadai Rekening Gendut !

Berbicara mengenai rekening gendut alias BG, dikonotasikan memiliki uang atau kekayaan akibat gratifikasi (baca http://www.tempo.co/read/news/2015/01/14/078634795/Dua-Aset-Ini-Sumbang-Rekening-Gendut-Budi-Gunawan). BG ditunjuk kepada sebutan Budi Gunawan, calon Kapolri awal Januari 2015 yang tersangkut kasus gratifikasi.
Ilustrasi gratifikasi (news.okezone.com)

Sejak tahun 2005 harta dan aset pribadinya melonjak tajam. Dari sebidang tanah tahun 2004 senilai Rp300juta menjadi Rp 2,3 miliar pada tahun 2015. (Baca: Budi Gunawan Tersangka, Bukan Sekali Jokowi 'Nabok Nyilih Tangan' ). Aset lain adalah rumah, sebuah unit rumah susun tahun 2004 dengan harga Rp 500 juta, pada tahun 2015 mencapai Rp 2,5 miliar. Pembelahan yang dilakukan pada Juli 2013 pun sepertinya tak mempan. Sebab KPK mengungkap kekayaannya bertambah lima kali lipat dalam kurung waktu 5 tahun. Artinya KPK tak menerima laporan BG pada 19 Agustus 2008 tentang jumlah harta hanya senilai Rp 4,689 miliar. Rupanya ada temuan lain. Sesuai laporan LHKPN pada 26 Juli 2013 total harta mencapai Rp 22,6 miliar dan US$ 24 ribu dolar. Kenaikan itu tentu bombastis, lima kali lipat.
Tak hanya itu, proyek mangkrak lebih dari lima tahun, yakni Apartemen Hollywood Residence. Pembeli perna melapor ke polisi. PT Masindo Lintas Pratama dituding mengelapkan dana Rp 200 miliar. Pengaduan itupun tak ada ujung pengusutan. Kecuali transferan dana Rp 1,5 miliar ke rekening Herviano Widyatama (HW), putra BG. Saat itu ayah HW menjabat salah satu inspektur Jendral di  Markas Besar Kepolisisan Jakarta. Total setoran cicilan mencapai Rp 54 miliar ke rekening BG dan HW.
Indonesia Corruption Watch (ICW) perna melaporkan rekening mencurigakan itu kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi, rekening BG menjadi prioritas tim penyelidik sesuai mandat Kapolri.
Rekening BG diduga memiliki transaksi yang lebih besar dibanding rekening mencurigakan milik 21 perwira lainnya. (baca: http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/rekening.gendut/page04.php)
Selain Masindo, PT Sumber Jaya Indah menyetorkan dana ke rekening BG. Totalnya Rp 10 miliar dari perusahaan penambang timah di Bangka Belitung. Transaksi itu terjadi pada masa Perusahaan tambang timah seluas 75 hektar dituduh mengeksploitasi timah ilegal sebanyak 23 truk. Kasus itupun tanpa tindak lanjut, atau tak sesuai menurut laporan Wahana Lingkungan hidup Indonesia (WALHI).
Tak hanya transferan kedua perusahaan, sebab terdeteksi sejumlah individu juga mentransfer ke BG dengan nilai setoran tunai senilai miliaran rupiah. Sejak BG menjadi Ajudan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden dan presiden (1999-2004). BG berperan mengumpulkan harta. Banyak pengusaha ingin bertemu RI-1, maka bersukarela mentransfer ratusan juta rupiah ke rekening BG. Transaksi bernilai ratusan juta dianggap kecil dalam rekening milik BG. (baca rekening gendut calon kapolri https://www.youtube.com/watch?v=HW-DllUmc38).
Sejumlah bukti transfer menjelaskan penyelidikan KPK, peran yang tentu tak terlepas dari dukungan Reserse Mabes Kepolisian RI. Lain kata, meski belum ada penetapan status pelantikan menjadi Kapolri, atau tidak? Transaksi-transaksi itu dinilai tak resmi, tak disetujui masyarakat pembeli property maupun pemilik hak ulayat tambang timah di Bangka Belitung.
Gratifikasi dan suap-menyuap merugikan banyak orang. Warganya mesti dilindungi oleh pembela hukum seperti kepolisian. Beban itulah yang ditegakkan penegak hukum. BG disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2, pasal 12 atau 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi dan junto pasal 55 ayat ke-1 KUHP (baca: http://aceh.tribunnews.com/2015/01/13/kpk-perlihatkan-bukti-rekening-gendut-budi-gunawan).
Penetapan BG sebagai tersangka menarik perhatian publik, sebab Presiden Jokowi mengajukan BG sebagai calon kepala kepolisian republik, menggantikan Sutarman.
Perdebatan pun memanas, hingga Komisi III DPRRI mengambil kesimpulan supaya, mengklarifikasi atas penetapan calon Kapolri sebagai tersangka. Kritik tajam dari Perwakilan rakyat utusan Partai Demokrat. Katanya, bila BG dilantik menjadi Kapolri, maka akan menjadi sejarah baru. Bila Kepala Kepolisian adalah tersangka korupsi atau gratifikasi, bila mana masyarakat mempercayai penegakan antikorupsi di Indonesia? Tak ada wibawa atau mencoreng sejarah negara. Akhirnya komisi di DPR-RI memutuskan untuk menyelidi kasus tersebut. Presiden pun sempat melontarkan akan mencabut surat pengajuan ke DPRRI terkait pencalonan BG sebagai calon tunggal kepala kepolisian.
Entah apapun buntutnya, BG dituding merugikan pihak lain, termasuk negara  dengan kasus-kasus aliran dana. Sebanyak 54 miliar rupiah, 29 miliar rupiah dan sebagainya (tayangan www.metronews.com). Totalnya, BG disebut memiliki rekening gendut dengan nilai Rp 400 miliar rupiah, menduduki urutan ke-10 dalam daftar nama jenderal polisi yang tersangkut rekening gendut. (baca selengkapnya di http://www.merdeka.com/peristiwa/beredar-nama-nama-jenderal-polisi-yang-tersangkut-rekening-gendut.html0). Apapun investigasi selanjutnya, BG menjadi malingkundang. BG ditetapkan tersangka akibat rekening gendut. Bila menjadi Kapolri, setidaknya mencoreng nama baik Republik Indonesia.
Sejenak menyaksikan pleno DPR-RI terkait persoalan itu. BG memenuhi undangan atas persoalan maupun keterkaitan rencana jabatan Kapolri seperti yang direkam www.metronews.com beberapa waktu lalu, ditayangkan pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2015.
Mimiknya terluka, layu dan tak bersemangat. Bermuka kusut dan berwajah buram. Aliran darah mengumpal di kulit wajah, beku setebal kulit sapi. Raut itu menggambarkan kehidupan yang kini tak nyaman lagi bagi pribadi, keluarga dan koleganya. Bahkan keluarga, kerabat dan koleganya pun ikut kaget, menyimak sesuai versi masing-masing.
Kehidupannya seperti lagu Iwan Fals berjudul “rekening gendut”. Gendut tak masalah, persoalannya illegal. Transaksi illegal merugikan banyak orang tanpa melalui prosedur dan mekanisme yang sewajarnya diberlakukan di republik. Bagi Iwan Fals, mungkin demikian kodrat pejabat pemerintah atau badan swasta apapun? Mungkin sedemikian juga alasan baginya, sehingga Iwan perna menolak menjadi tim pendukung dalam pilpres 2014 kemarin?
Penyanyi semodel Iwan Fals tak peduli dengan penetapan kasus tersangka demikian. Ia malah yakin sebagai nasib dan risiko bila seseorang, apalagi pejabat publik tak memiliki hati dan jiwa untuk banyak orang. Ibarat kenikmatan dan hedonisme diatas penderitaan dan hak orang lain. Kata lagu Black Brothers, si miskin menjerit di tepi jalan, sementara BG tertawa dan bespesta-pora. BG hidup dari kecurangan, seakan hidup tak saling peduli lagi. Rekening BG menumpang di kecurangan, tanpa sadar diseret KPK sebagai tersangka. 
Selebihnya, BG merupakan kisah dan trend potret kehidupan masa kini. Siapapun dapat membuat pilihan apa saja. Ketika berpeluang dan berkesempatan, apa kata hati tentang tumpangan hidup di kecurangan? Pilihan hidup kembali kepada seseorang bersangkutan. Peringatannya, harta korupsi, gratifikasi atau tindakan melanggaran hukum dan aturan, norma dan nilai kehidupan dapat mencelakakan seseorang yang bersangkutan. Ancaman bagi dirinya maupun keluarga dan koleganya. Memang rekening gendut BG, terutama kasus-kasus gratifikasi, korupsi, dan sekelasnya melalaikan nilai-nilai kehidupan manusia. (*/willem bobi)