Selasa, 20 Januari 2015

Mereka Cerita Tentang Bupati Eltinus Omaleng

Kisah Perjalanan Penulis

Bupati Eltinus Omaleng (Ist)
Dia dilahirkan di gunung, dekat Kampung Jewa. Dulu saat wabah penyakit, banyak orang meninggal dunia. Banyak orang pindah rumah. Lain ke Dumadaa, Ugimba, termasuk Omaleng ke Aroawanop.
Demikian sepenggal cerita mengenai asal-usul generasi terdahulu di Baluni dan Yagamin. Jarak tempuh, berjalan kaki dari Jewa ke Yagamin cukup jauh. Beberapa malam di tengah jalan, kemudian melanjutkan perjalanan lagi. 
Terkadang kali kecil Baluni – Balunogong- menjadi tempat persinggahan. Di situ, turunan marga Jangkup dan Janampa. Mereka menghuni lokasi perkampungan sekitar Balunogong, sekarang bersebelahan dengan Helipad. Jangkup adalah penghuni gunung kehidupan, Tabuk.
Kalau cerita mengenai keluarga Omaleng, termasuk Bupati Mimika – Eltinus Omaleng – datang dari Jewa saat masih kecil. Tapi Omaleng terlebih dulu menempati sekitar Arowanogong.
“Dulu dari Arowanop, kemudian kembali lagi buat rumah di sini!” demikian keterangan warga mengenai orangtua Eltinus Omaleng. 
Lokasi itu sekarang dihuni beberapa keluarga, bahkan menjadi satu areal perkampungan yang disebut Kampung Yagamin. Baluni dan Yagamin serta beberapa kampung ke arah bawah terletak di pinggir sungai Arowanop  -Arowaanogong-. 
Janampa dan Jangkup membuat rumah kecil di lereng dan punggung gunung, bertanah subur. Sedangkan Omaleng  dan keluarga lainnya di Yagamin memiliki keunikan tersendiri. Kondisi tanah tandus, kering dihiasi pepohonan pandan, cemara dan pinus. Satu-dua tanaman diantara bebatuan dan pasir putih. Lebih banyak masyarakat berkebun dan bercocok tanam di pinggir kali di bawah, lereng dan tebing yang tajam ke lembah dekat sungai. Sekali-kali kebun warga terletak di lereng dan tebing, seberang rumah yang dipisahkan oleh Arowanogong.
Warga  menonton Helikopter yang mendarat di Yagamin. (bobi)
Sekilas memandang jaraknya tak seberapa. Nyatanya, dekat di mata, jauh di telapak. Mesti berjalan kaki beberapa jam. Perjalanan menuju kebun terkadang setengah hari penuh. 
Geografis demikian membentuk manusia sekitarnya menjadi kuat. Fisik yang kebal dalam segala cuaca. Alam yang menantang, membentuk manusia bertindak dan bekerja keras.
Warga terbiasa berjalan kaki, walau berjarak jauh sekalipun. Mereka tak peduli, apakah akan singgah satu atau dua malam di tengah jalan. Orangtua dulu lebih banyak berjalan antar gunung dan lembah, hingga ke kawasan pesisir pantai untuk berdagang, barter serta mencari kekayaan berupa kulit biah, manik-manik serta kapak dan logam berharga lainnya. 
Potret kehidupan itu ditekuni ayah dari Eltinus Omaleng. Sebagai kepala suku, berjalan untuk berdagang dan bernegosiasai soal hubungan dan komunikasi yang baik antar suku dan wilayah. Sebagai kepala suku pula, orangtua berjalan sampai Kampung Dumadaa, Ugimba, terkadang sampai di Sugapa, Kugapa dan Paniai. 
Saat Eltinus menjadi besar, dia lebih banyak urus kepentingan masyarakat ke perusahaan atau pemerintah di Timika. Makanya, saat pemilihan Bupati (Pemilukada Mimika, 2014) kami senang, dan mendukung 100persen untuk Omaleng menjadi Bupati Mimika.
Salah satu harapannya, supaya Bupati membuka jalan Trans dari Aroanogong ke Tembagapura. Akses jalan setapak yang selama ini terhubung melalui Gunung Botak dan Kampung Ompitawak, menuju lembah Waa dan Banti atau sebaliknya. 
Sementara ini warga masih menempuh dengan jalan kaki sepanjang hari. Pagi keluar, sore atau malam tiba di tempat tujuan. Kondisi jalan setapak tak bermasalah bila tak ada hujan, longsor atau hambatan lainnya.
Demikian juga akses jalan dari Aroanogong ke Timika. Hanya terhubung melalui jalan setapak, berkelok, penuh pepohonan, hutan serta semak belukar. Jalan setapak itu bukan jalan utama atau jalan raya sebenarnya. Warga menganggap sebagai jalan alternatif, darurat. Jarak tempuh Arowanop, entah dari Yagamin maupun Ombani ke Timika, cukup jauh. 
Warga kampung Yagamin di halaman kampung (bobi)
Untuk kondisi sementara, waktu tempuh berkisar satu minggu. Tergantung kondisi kekuatan para pejalan kaki atau mayarakat. Perjalanan itu dilakukan oleh anak kecil atau perempuan, maka waktu tempuh lebih dari seminggu. Jalan tempuh tercepat adalah sekitar 2 sampai 3 malam oleh para pemuda dan lelaki perkasa. 
Akses jalan darat, serta tak adanya transportasi darat menjadi kendala dan hambatan untuk pembangunan dan kemajuan kawasan Arowanogong. Warga sering berharap akses helikopter milik perusahaan. Namun, tak selamanya terlayani sesuai permintahan warga. Bila demikian, pilihan warga berjalan kaki atau berdiam di rumah dan kampung sekitarnya.
Kesulitan itu dialami warga sejak orangtua Omaleng hingga Eltinus Omaleng menjadi Bupati Kabupaten Mimika periode 2014-2019. Hampir puluhan tahun masih tertinggal di balik gunung dan kawasan tertutup. Lain bahasa menurut warga, belum genap setahun menjabat bupati, warga sekampungnya masih sulit mengakses pemenuhan kebutuhan dasar, seperti akses pendidikan, akses layanan kesehatan dan perekonomian warga. Kesulitan itu disebabkan karena kesulitan transportasi. Akses perhubungan tak berkembang di era perkembangan dan kemajuan seperti sekarang.
Itu alasannya, sehingga warga Arowanogong menanti anak Eltinus Omaleng untuk membangun kampung halamannya. Setidaknya sektor kehidupan warga terutama kebutuhan dasar warga lokal dapat bersaing di waktu mendatang. Amolongo…. ! (willem bobi)