JUBI --- Bupati Kabupaten Mimika, Klemen Tinal menyesalkan penumpukan tailing di Timika yang terjadi sepanjang waktu.
Akibatnya
pendangkalan sungai dan muara kali Aijkwa terus terjadi hingga perairan
laut selatan papua. Penumpukan Tailing mencapai lebar 7 kilometer
dengan ketinggian 1 meter perbulan, dibatasi oleh pagar tanggul barat
50 Kilometer dan Tanggul timur sepanjang 54 Kilometer.
Kata
Bupati Tinal, fungsi kali Aijkwa sebelumnya merupakan sarana
transportasi bagi masyarakat Distrik Mimika Timur Jauh, Distrik Jita,
Jila dan Agimuka dan sekitarnya.
”Sekarang sungai Aijkwa tak bisa digunakan sebagai jalur transportasi ke distrik Mimika Timur Jauh,” jelasnya, Kamis (4/11).
Tailing
telah bikin kabur air, akibat partikel-partikel sisa penambangan oleh
PT Freeport Indonesia (PTFI). Hingga kini hampir disekitar muara kali
Aijkwa, tidak ada aktivitas nelayan dari warga suku Kamoro di
sekitarnya.
”Tampak tidak ada kegiatan penangkapan ikan, kepiting
dan udang oleh warga. Kita lihat bersama, Speed atau longboat yang
melewati muara pembuangan ini berjalan tidak lancar. Itu semua akibat
pengendapan partikel sisa tambang dalam mesin speedboat atau longboat,”
katanya.
Ironis memang. Kehadiran Tailing tidak hanya
merugikan masyarakat sekitarnya. Bupati Tinal mengakui pihaknya, Pemda
Mimika mengalami kerugian pendapatan akibat matinya sejumlah jenis dan
kelas biota dilingkungan sekitarnya.
Dalam presentasinya, Bupati
Tinal mengakui dampak buruk Tailing sebagai sisa penambangan emas,
tembaga dan mineral lainnya. Katanya hingga kini tercatat sejumlah
biota perairan berupa ikan, kepiting, udang dan lainnya telah hilang di
kali Aijkwa.
”Ini jelas menurunkan pendapatan perkapita masyarakat setempat,” paparnya.
Menanggapi
program reklamasi pohon oleh PTFI seluas 18,4 hektar, Bupati Tinal
menilai lingkungan Timika sangat riskan. Diprediksi hingga 5 sampai 10
tahun mendatang bahaya terhadap lingkungan hutan, Biota, Air dan
kehidupan masyarakat sekitarnya.
Sekilas pandang, sejauh ini
bahaya yang diantisipasi warga adalah korban banjir atau longsor di
sekitar areal Tailing Timika. Terutama bagi warga pendulang emas,
tembaga dan mineral logam lainnya di kali Kabur, Areal Tailing hingga
muara kali Aijkwa dan sekitarnya.
Atas kondisi tersebut, Universitas Cenderawasih pada tahun 2008 lalu pernah mewarning lokasi areal Tailing Timika.
”Lokasi
tailing ini sebenarnya sangat berbahaya apabila terjadi erosi atau
banjir karena daerah ini curah hujan cukup tinggi. Selain itu bahaya
material (kimia) dalam Tailing telah melebihi ambang batas,” ulasnya.
Dalam
kesempatan yang terpisah, Bupati Tinal meminta kepada PTFI agar segera
merancang teknik pengelolahan sedimentasi sungai Aijkwa dan Degradasi
kualitas air yang terjadi di Kabupaten Mimika. ”PT Freeport harus
melibatkan pemda kabupaten, Provinsi dan Pemerintah pusat serta
stakeholder lainnya dalam menanggulanggi dampak ini,” jelasnya. (Willem Bobi)