Warga pendulang di Kali Kabur, areal Tailing PTFI. (Yamin Blogspot.com) |
Tahukah anda, Papua merupakan paru-paru
dunia? Dari pesisir pantai sampai dataran tinggi Papua memiliki padang hijau
yang terpesona. Tapi kondisi itu bakalan tak dijumpai di daerah areal tambang
PT Freeport Indonesia (PTFI), Timika Papua. Mengapa? Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan tambang, dan kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa
dihindari. Sebagai limbah sisa pengolahan batu-batuan, tailing umumnya mengandung
mineral-mineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut tidak
bisa dihindari, dikarenakan pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang
dapat dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery)
100%. Hal ini dapat disebabkan oleh kekerasan batuan dan bijih yang menyebabkan
hasil giling cenderung lebih kasar, dan mengakibatkan perolehan (recovery)
menurun disertai semakin rendahnya kandungan mineral di dalam konsentrat.
Kehalusan ukuran butiran mineral juga menyebabkan sulitnya tercapai liberasi (liberation).
Di daerah tambang PTFI (lihat figure 1), daerah pengrusakan atau penutupan
lahan hijau Papua terjadi dari Grasberg sampai pelabuhan Amamapare dan
sekitarnya, kurang lebih sepanjang 78 mill jauhnya. Bila disebutkan, daerah
yang ditutupi tailing adalah Grasberg, areal pabrik pengolahan fisik dan
kimiawi, eks pembuangan danau wanagon, hingga sungai dan muara Aijkwa serta Sungai Otomona. Proses ini
menyebabkan sedimentasi dari Grasberg sampai di laut selatan Papua.
Di dataran tinggi. Tahukah anda tentang pengrusakan yang terjadi di
dataran tinggi (High Land)? Batas antara Taman Lorenz dengan areal tambang,
secara kasad mata hampir tak jelas. Mungkin orang dalam (PTFI) yang
mengetahuinya? Tapi daerah salju itu bakalan tertutup oleh proses sisa tambang.
Tadinya, padang hijau dihiasi tanaman perdu, namun kini hijaunya hampir tak
kelihatan lagi. Kendaraan dan alat berat berlalu-lalang di atasnya sepanjang 24
jam. Entah bagaimana, isi perut bumi Papua itu berubah kontras. Bukannya embun
dan salju menutupinya. Tapi penutup High Land, Grasberg dan sekitarnya digantikan
oleh bongkahan tanah, batuan dan sisa mineral bercampur bahan kimia berhamburan
bagai pabrik bawah tanah ala United Stated of America (USA). Pernahkah anda mendengar
atau membaca catatan harian maupun terbitan buku pengalaman para mantan
karyawan PTFI? Lebih banyak mereka mengupas tentang padang hijau di dataran
tinggi yang rusak akibat operasi perusahaan raksasa itu.
Di dataran rendah. Setelah beroperasi sejak puluhan tahun silam,
proses sedimentasi terjadi hingga ke laut. Beberapa waktu lalu, pihak PTFI
menjelaskan, meski telah bekerjasama dengan beberapa Universitas terkemuka
Indonesia, tapi mengalami kesulitan untuk mengatasi pendangkalan air laut selatan
Papua itu. Pendangkalan akibat tailing telah mematikan makhluk hidup air dan
darat. Tim Peneliti
eksternal PT Freeport Indonesia, Program penelitian konservasi pusat sumber
daya geologi tahun 2007 menyebutkan areal pembuangan tailing mengandung
bahan kimia yang dapat dimanfaatkan maupun tidak dapat dimanfaatkan.
Bahan-bahan itu berbahaya bagi manusia.
Areal penyidikannya dalam wilayah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, dikenal
dengan Mod ADA ( Modified Ajkwa Deposition Area), secara geografis terletak
pada 136o 55’
- 136o 58’
Bujur Timur dan 4ยบ32’ – 4o40’ Lintang Selatan, dan secara
administrasi termasuk Distrik Mimika Baru, Kota Timika, Provinsi Papua.
Penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan tailing hasil
pengolahan PT Freeport Indonesia masih mengandung bahan-bahan atau mineral yang
dapat dimanfaatkan. Ke depan dianjurkan agar penilitiannya dilakukan di daerah
Kali Otomona maupun Sungai Aijkwa dari mata air sampai muara kali, sepanjang
garis 74 sampai 78 lebih mil.
Pembuangan tailing pada
awalnya dilakukan pada aliran Sungai Ajkwa di era Tambang Ertsberg. Daerah ini terpaksa direhabilitasi untuk sementara,
kemudian sampai detik ini pembuangan tailing akibat tambang Grasberg dialihkan
ke aliran Sungai Otomona, pengendapan di sisi timur aliran Sungai Ajkwa,
melampaui lahan di atas 230 km².
Apa saja unsur kimianya?
Pemercontohan tailing oleh Tim
Peneliti eksternal PTFI, Program penelitian konservasi pusat sumber daya
geologi tahun 2007dilakukan dengan
menggunakan bor Bangka 4 inc di 13 lokasi secara acak (scout drill), dan
pendulangan pada 3 lokasi, dengan jumlah contoh, 63 contoh pasir, 66 contoh
konsentrat dulang. Analisis contoh tailing dilakukan secara kimia dan fisika.
Ternyata hasilnya memperlihatkan kandungan kadar Tembaga (Cu 0,16 % - 0,25 %), Timah
Hitam (Pb 65 ppm - 103 ppm), Seng (Zn 0.015 – 0.05 %), Besi (Fe 6,14 % - 8,88 %),
Arsenik (As 2 ppm – 28 ppm), Perak (Ag 2,00 ppm - 3,66 ppm), Sb < 2ppm – 5
ppm, Au 22 ppb - 355 ppb, dan Mercury (Hg 0.2ppb – 57 ppb). Hasil analisis major
elemen, memperlihatkan tingginya kadar rata-rata elemen SiO2, Al2O3, dan
Fe2O3. Kandungan
mineral magnetit bervariasi baik secara horizontal maupun vertikal, dengan
nilai tertinggi 84,97 % dan nilai terendah < 16 %. Hasil analisis cemaran
radiasi terhadap 2 (dua) conto terpilih pada tailing PT FI menunjukkan
kadar dibawah batas deteksi unsur Uranium (238U).
Bagaimana rasio
sisa pengupasan bijih hingga kini?
Semenjak PT FI menambang Sumber daya alam (SDA) Papua, sampai saat
ini jutaan ton tailing hasil pengolahaan telah dibuang, dari 7.275
ton/hari di tahun 1973, meningkat menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988 dan
awal tahun 2000 menjadi 223.100 ton/hari (www.weamaster@jatam.org). Tahun 2001, tingkat produksi pabrik pengolahan (mill) mencapai
rekor dengan hampir 238.000 ton/hari serta produksi emas rata-rata setiap tahun
mencapai hampir 3,5 juta ons, ditambah operasi DOZ pada tingkat 42.000 ton/hari
tahun 2005. Hingga kini, produksi pabrik pengolahan mencapai di atas 300
ton/hari. Demi memanfaatkan Tailing sebagai bahan bermanfaat, Pohan dan
kawan-kawannya melaporkan evaluasi sumberdaya di lahan tailing. Katanya, sumber
daya hipotetik Cu 993.798 ton, Zn 140.660,64 ton, Au 12.4861.800 gr (± 12.4 ton),
dan sumber daya hipotetik magnetit 1.659.120.000 kg (1.659.120 ton).
Tailing PTFI mengkontaminasi Lingkungan Hidup?
Selama ini kontaminasi
tanaman dan hewan akibat tambang dan pembuangan tailing PTFI adalah, sedikitnya
5 jenis sayuran (Kol, Ketimun, Pare, Gambas dan Cay lan) di Millpost (MP) 21
pernah dilaporkan terkena kontaminasi bahan logam berupa Arsenic (Ar), Copper
(Cu), Mercury (Hg), Lead (Pb) dan Zinz (Zn), dengan kadar Cu dan Zn diatas
ambang batas standar. Monitoring dan evaluasi kandungan logam berat pada hasil bumi
dianalisis pada bulan Februari 2006 lalu.
Kemudian
berdasarkan hasil monitoring report PT FI pada Juni 2006, Departemen Lingkungan
Hidup PTFI menemukan sekitar 15 jenis tanaman yang dipanen dan dikumpulkan dari
kebun percontohan hasil bumi di Mile 21 mengandung beberapa unsur logam yang
membahayakan vegetasi alam. Analisis pada Seledri, Sawi Hijau, Bayam Merah,
Bayam Hijau, Kangkung, Sawi “petsay”, buncis, bengkoang, kentang, singkong,
talas, padi, ketimun “Hercules”, mentimun hijau “Rocket” dan mentimun ‘Venus”
ternyata terkontaminasi oleh unsur logam.
Bahaya
kontaminasi logam melalui rantai makanan tidak hanya berhenti sampai vegetasi
alam berupa hasil pertanian yang telah disebutkan diatas. Namun juga berdasar laporan
itu, diketahui produktivitas 20 jenis kupu-kupu menurun akibat kontaminasi
logam berat sebagai efek genetik. Beberapa logam berat yang disebutkan dalam
laporan tersebut, umumnya
merugikan manusia bahkan membawa fatal bagi manusia. Seperti selenium (Se), timbal
(Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn), dan tembaga (Cu). Masih menyelidiki
temuan pancaran unsur Uranium (U) dalam areal tailing PTFI.
Dalam
hubungan rantai makanan, beberapa jenis tanaman di MP 21 ditanami
sebagai sumber pakan dan tempat berkembang biak. Lalu setiap jenis kupu-kupu
mempunyai sumber pakan dan tempat berkembang biak pada jenis-jenis tanaman
tertentu. Seperti jenis tanaman yang menjadi sumber pakan disebutkan untuk
kupu-kupu Papilio aegeus, Papilio ulysses, Papilio demeleus Papilio ambrax
; Kupu-kupu jeruk (Citrus sp.) Evodia elleryana mengisap madu
bunga-bunga kembang sepatu.
Sedangkan
untuk jenis Catopsilia pamona dan Appias celestina memakan jenis
tanaman pakannya. Kupu-kupu Elodina andropsi, Hypolimmas bolina, pakannya berupa jeruk dan bunga pecah piring
dan jenis tanaman lainnya. Kupu-kupu yang mempergunakan tanaman sebagai tempat
meletakkan telurnya adalah dari family (Caecalpinoideae),Cassia alata,Cassia
sp. dll. Sementara kupu-kupu jenis Cathobsila cydippe, Ideopsis juventa,
Mycalesis aethiops, Parthenos aspila tigrina, Melanitis
constantina dan Malanitis leda, mengisap gula buah-buah madu bunga Ficus
damaropsis, Psigium guyajava yang membusuk.
MP 21
terletak pas di lokasi Tailing, atau perumahan warga penduduk di sebelah
tanggul barat PTFI. Kupu-kupu sebagai
materi biologi mengalami interaksi dengan logam, meski berbahaya. Aktivitas dan
proses alami terjadi. Bahayanya, unsur logam ataupun senyawa kimia telah sampai kepada biota lain dan vegetasi
alam sekitarnya melalui jalur rantai makanan maupun secara langsung. Dengan demikian diduga bahwa, kontaminasi
tailing juga telah sampai kepada manusia warga sekitarnya di sepanjang
pembuangan tailing. Di Timika, warga mengeluhkan sejumlah penyakit. Mulai dari
gatal-gatal hingga penyakit kronis. ”Perlu ada penyelidikan lebih lanjut.
Apakah penyakit-panyakit itu akibat tailing?” ucap sumber pejabat Dinas
Kesehatan Kabupaten Mimika kepada penulis. Diduga, kontaminasi itu terjadi
kepada manusia melalui aktivitas warga. Selain secara langsung warga Kampung
Nayaro yang melintasinya, juga akibat konsumsi hasil kebun, perikanan warga
serta pembibitan perekonomian lainnya milik warga Kebun Sirih, Sektoral,
Gorong-gorong, Sempan, SP-1, Kampung Nawaripi dan SP-4, hingga ke Mapurujaya
dan Paomako, Timika Papua. Sedangkan di
sisi tanggul timur, Kampung Nayaro merupakan kandang dalam areal tailing. Di
Nayaro, sudah merupakan lagu lama tentang kontaminasi langsung maupun melalui
perantara. Hanya saja survei dan penyidikan belum dilakukan secara luas.
Manusia terkena
paparan bahan unsur/senyawa yang sebenarnya wajib dihindari menurut waktu,
jarak dan proteksi. Tapi bila tidak, kontaminasi secara langsung maupun melalui
perantara terjadi. Misalnya melalui rantai makanan tadi. Proses-proses ini
terjadi dan dibiarkan hampir 42 tahun lamanya PTFI beroperasi di Papua. Dampak
dari pembiaran adalah di areal tambang maupun lokasi pembuangan tailing di
Timika telah terjadi kontaminasi, ada pencemaran lingkungan, ada perusakan
lingkungan, kerusakan habitat dan lainnya. Bahkan belakangan ini, akibat
sedimentasi juga hampir menenggelamkan wilayah Mimika Barat, Kaokanao hingga
Pulau Tiga di bagian Timur Kabupaten Mimika. Ikan, kepiting, siput dan
lain-lain pun telah dikeluhkan warga. Mengapa hasil bumi di laut, kali maupun
di darat rasanya tidak seperti dulu? Bahkan sampai organ tubuh manusia mengalami
jenis penyakit aneh. Tiba-tiba terjadi serangan wabah di wilayah atau areal
tertentu. Jenis penyakit tersebut akibat kontaminasi bahan atau kimia. Lebih
ironisnya, para dokter di rumah sakit mendiagnosa sebagai penyakit akibat umumnya.
Di lahan
tailing terdeteksi bahan radioaktif sekelas uranium. Pohan dan kawan-kawannya
mengemukakan pancaran radiasi kelas uranium di bawah ambang batas. Sementara
unsur atau bahan radiasi dalam dosis tertentu merusak sel, jaringan, organ,
sistem tubuh manusia secara permanen. Bahkan bila manusia terpapar terus
menerus dalam waktu yang lama, dosis radiasi tinggi, dapat merusak, mematikan sel,
jaringan, sistem, organ tubuh manusia secara permanen. Akibat radiasi pula
menyebabkan manusia mengalami cacat fisik dan mental sebagai dampaknya.
Pernahkah anda berpikir, mengapa karyawan PTFI rata-rata tidak punya anak,
mandu setelah bekerja di PTFI? Terutama karyawan di bawah tanah (underground),
petugas lapangan sekitar lahan tailing sampai karyawannya di Portsite, bahkan
staf sekalipun di ruangan terlihat kurus di atas aneka sajian makanan 4 sehat
lima sempurna? Pernahkah ada penelitian terhadap karyawan laki-laki? Salaj
seorang Dokter Kandungan, Wendy (Almahrum) ketika semasa bertugas di Freeport
pernah mengungkap kandungan logam pada ibu-ibu hamil. Kata dia, logam pada
janin mampu menganggu sel dan kromosom manusia. Dampaknya kepada ibu dan anak
(bayinya), katanya waktu itu tahun 2008.
Apakah ada
kontak Wahli atau Jatam di Timika?
Kalau tidak ada siapa kontak
person terkait pengruskan lingkungan hidup di Timika? Tidak ada. Sejak awal
tahun 2000 lalu, institusi ini telah dibekukan oleh PT FI, dengan dalih
mendukung program wahli dan jatam. Salah seorang sumber Wahli wilayah Indonesia
Timur menyebutkan, institusi
lembaga pemerhati lingkungan
hidup itu mendapat support dana besar, sehingga tidak berani protes aktivitas
dan dampak tambang PT FI terhadap lingkungan dan manusia sekitarnya. Hingga
kini di Timika maupun secara nasional tidak ada lembaga lingkungan hidup yang
berani bicara soal efek buruk terhadap regenerasi manusia Papua sekitar tambang
raksasa itu.(Willem Bobi)