Maria Kotorok, koordinator Aksi RSMM, Timika Papua. (Ist) |
Hampir 12
tahun lalu, PTFI pasang tameng perbaikan nama baiknya melalui layanan public
Rumas Sakit Mitra Masyrakat (RSMM) yang dikelolah oleh Yayasan Caritas Timika
(YCT) Papua. Namun selang waktu itu pula, bahkan hingga hari ini, PTFI dinilai
masih membiarkan pasien RSMM mendapat layanan terburuk akibat pembiaran sponsor
dana dari PTFI.
Demikian diungkapkan coordinator Aksi pihak RSMM Timika,
Maria Kotorok, yang juga merupakan staf Hubungan masyarakat (Humas) di RSMM
Timika, Jalan Raya Poros SP 2 – SP 5 Timika, Senin (24/9) kemarin. “Sementara
ini, mulai hari ini kami tidak memberikan layanan poliklinik di rumah sakit.
Kami tunggu komitmen dan perbaikan melayani masyarakat dari Freeport baru kami
akan buka,” tegas Maria dijumpai di areal RSMM, Senin pagi tadi.
Meski mogok ini terlihat selama 3 jam, sekitar jam 9 pagi
pasien menumpuk di RSMM dan akhirnya layanan poliklinik di RSMM berjalan normal
kembali tanpa mendapat kepastian jawaban dari perusahaan raksasa itu.
Aksi persatuan karyawan RSMM ini berjalan hampir sejak seminggu
lalu. Pihak rumah melalui selebaran dan spanduk di depan rumah sakit menuliskan
sejumlah kalimat. Katanya, selama ini perhatian dan janji PTFI tak pernah
dijawab. “Alat scan darah saja tidak ada, makanya banyak pasien meninggal dunia
selama ini. Banyak pasien gagal ginjal, gagala cuci darah. Pasien malah dirawat
di lorong-lorong koridor. Tempat tidur hanya 101 buah saja, pasien lain,
laki-laki dan perempuan baku campur. Masuk dengan penyakit malaria, bawah
pulang dengan TBC (tuberculosis). Jadi fasilitas ruang, alat-alat dan sarana di
sini harus diganti,” tegas Maria ketika ditanya alasannya.
Lanjutnya, sebab itulah, banyak pasien meninggal dunia.
Belum lagi termasuk, pasien dirujuk akibat kekurangan fasilitas di RSMM. “Kalau
dirujuk, permintahannyta mintah ampun. Tunggu persetujuan berbulan-bulan dari
Freeport. Kelamaan. Syukur-syukur kalau pasiennya masih bertahan hidup. Kalau
tidak, seperti selama ini, sekitar 100 pasien rujukan ke Jakarta meninggal
akibat keterlambatan jawaban rujukan dari perusahaan Freeport,” sambungnya.
Perlu diketahui,RSMM merupakan salah satu rumah sakit swasta
yang didanai dari dana 1 persen kepada 7 suku local. Dalam pengelolahannya,
dana tersebut disalurkan melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), kemudian bekerja
sama dengan pihak Keuskupan Timika. Secara teknis, Keuskupan Timika membentuk
Yayasan Caritas Timika (YCT) Papua, dan mengangkat karyawan RSMM secara permanen.
“Melalui Keuskupan dan LPMAK, Freeport hanya pasang muka. Tapi ingat, rumah
sakit ini bukan untuk memperbaiki reputasi nama Freeport, tapi hak masyarakat.
Jadi stop Freport bunuh masyarakat. Belum puas dengan mengekrok kekayaan alam
Papuakah?” tepis Maria meninggalkan wartawan. (ALMER)