Frank LaRue (ist) |
Jayapura, 08/06 (Jubi) – Pemerintah Indonesia telah mengundang
Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi yang dijadwalkan pada
Januari 2013, namun ditunda dengan alasan yang tak diketahui dengan
jelas. Kunjungan resmi ini adalah telah dijanjikan oleh pemerintah dalam
sidang Universal Periodic Review/Periodik Berkala Universal, pada Maret
2012.
KontraS, The International Coalition Human Rights and Peace for Papua, Fransiscan International and TAPOL meminta Pemerintah Indonesia untuk memberikan perhatian khusus atas pernyataan Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat, Frank La Rue yang meminta Pemerintah untuk memberikan kepastian jadwal kunjungan resmi sebagaimana dinyatakan dalam Dewan HAM PBB ke-23 di Geneva, 3 Juni 2013.
Indria Fernida, aktivis KontraS kepada Jubi, Sabtu (08/06) mengatakan kunjungan resmi Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi mendesak dilakukan.
“Kami memandang bahwa kunjungan resmi Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi mendesak dilakukan mengingat situasi tentang kebebasan berekspresi di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Rencana pengesahan RUU Ormas dan RUU Rahasia Negara yang mengancam kebebasan sipil, kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, serta kekerasan terhadap jurnalis dan pembela HAM yang terus berlangsung adalah potret ancaman terhadap kebebasan berekpsresi di Indonesia.” kata Indria.
Selain hal-hal tersebut, lanjut Indria, hal lain yang juga paling mengkhawatirkan saat ini adalah situasi di Papua, dimana tampak peningkatan upaya untuk meredam kebebasan berekspresi pada 1 Mei 2013, saat peringatan Pemindahan Administrasi Papua ke Indonesia. Berdasarkan data Papuan Behind Bars, aparat keamanan menembak dua orang hingga tewas dan satu lagi tewas di rumah sakit, 36 orang ditangkap sewenang-wenang, dan 30 orang diantaranya masih ditahan dan beresiko mengalami penyiksaan. Hingga Mei 2013, sebanyak 76 orang tahanan politik berada di berbagai LP di Papua. Beberapa aktivis Maluku juga masih menjadi tahanan politik.
KontraS, The International Coalition Human Rights and Peace for Papua, Fransiscan International and TAPOL meminta Pemerintah Indonesia untuk memberikan perhatian khusus atas pernyataan Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat, Frank La Rue yang meminta Pemerintah untuk memberikan kepastian jadwal kunjungan resmi sebagaimana dinyatakan dalam Dewan HAM PBB ke-23 di Geneva, 3 Juni 2013.
Indria Fernida, aktivis KontraS kepada Jubi, Sabtu (08/06) mengatakan kunjungan resmi Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi mendesak dilakukan.
“Kami memandang bahwa kunjungan resmi Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi mendesak dilakukan mengingat situasi tentang kebebasan berekspresi di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Rencana pengesahan RUU Ormas dan RUU Rahasia Negara yang mengancam kebebasan sipil, kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, serta kekerasan terhadap jurnalis dan pembela HAM yang terus berlangsung adalah potret ancaman terhadap kebebasan berekpsresi di Indonesia.” kata Indria.
Selain hal-hal tersebut, lanjut Indria, hal lain yang juga paling mengkhawatirkan saat ini adalah situasi di Papua, dimana tampak peningkatan upaya untuk meredam kebebasan berekspresi pada 1 Mei 2013, saat peringatan Pemindahan Administrasi Papua ke Indonesia. Berdasarkan data Papuan Behind Bars, aparat keamanan menembak dua orang hingga tewas dan satu lagi tewas di rumah sakit, 36 orang ditangkap sewenang-wenang, dan 30 orang diantaranya masih ditahan dan beresiko mengalami penyiksaan. Hingga Mei 2013, sebanyak 76 orang tahanan politik berada di berbagai LP di Papua. Beberapa aktivis Maluku juga masih menjadi tahanan politik.
“Pemerintah masih menutup akses masyarakat internasional untuk melakukan pemantauan terhadap situasi HAM di Papua.” ujar aktivis KontraS yang ikut hadir dalam Sidang HAM PBB di Jenewa, minggu ini.
“Kami kembali mengingatkan bahwa Papua adalah salah satu wilayah prioritas yang harus dikunjungi oleh Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi. Mekanisme ini adalah prosedur internasional yang harus dipatuhi pemerintah sebagai anggota PBB dan juga berlaku bagi negara anggota PBB lainnya.” lanjut Indria.
Selain itu, menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen Papua, Victor Mambor, keseriusan pemerintah untuk memberikan perhatian khusus atas pernyataan Pelapor Khusus PBB, Frank La Rue sangat penting untuk menunjukkan komitmen Pemerintahuntuk membangun dialog secara damai.
“Jika pemerintah Indonesia bersikap kooperatif atas pernyataan Pelapor Khusus PBB, Frank La Rue yang meminta Pemerintah untuk memberikan kepastian jadwal kunjungan resminya, ini menunjukkan komitmen Pemerintah dalam memenuhi hak-hak berekspresi dan berpendapat di Papua sekaligus merealisasikan inisiatif untuk membangun dialog secara damai. Membuka akses internasional di Papua dapat menjadi upaya positif dalam menunjukkan keseriusan sikap Pemerintah.” kata Mambor. (Jubi/Musa Abubar)