Tertanggal 29 April 2013 lalu,
Pemeirntah Australia Bagian atau Departemen Perdagangan dan Luar Negeri
Australia, menyatakan sikap kerasnya kepada pemerintah Indonesia di Jakarta
terkait kekerasan dan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) yang dilakukan
Indonesia terhadap rakyat Papua Barat.
Pernyataan sikap itu diungkapkan
kepada Tuan Amatus Douw, Koordinator atau presiden Forum Papua Barat dengan alamat
11/138 FryarRoad Eagleby QLD 4207 Australia pada tanggal 29 April 2013. Menindaklanjuti
surat Amatus Douw tanggal 21 Februari 2013 sebelumnya, pihak Australia melalui Perdana
Mentri Gillard membalas dengan keprihatinan yang mendalam tentang situasi Papua.
di Propinsi-propinsi Papua di Indonesia. Saya telah diminta menjawab atas nama.
Menurut surat tersebut
disebutkan, kejadian kekerasan di propinsi-provinsi Papua Indonesia merupakan
perhatian pemerintah Australia.
Mengikuti penembakan
tanggal 21 Februari duta besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty,
mengeluarkan sebuah pernyataan untuk menyampaikan perhatian mendalam tentang
kekerasan dan mencatat bahwa kejadian-kejadian hanya menciptakan lingkaran
kekerasan di propinsi-propinsi Papua. “Ini adalah gangguan terhadap masyarakat
Papua dan Papua Barat, yang layak mendapatkan sebuah jaminan dan kemakmuran
masa depan di dalam bangsa Indonesia,” tulisnya dalam isi surat tersebut.
Pada bagian lain surat tersebut
mengulas lagi soal instruksi Presiden RI, Yudoyono alias SBY tentang kekuatan
militer Indonesia menahan diri dari tindakan operasi keamanan yang berlebihan
di Papua mengenai adanya penembakan-penembakan, dan jaminannya bahwa suatu
tindakan berlebihan lainnya tidak dapat disangsikan. Tentang pentingnya
meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial di Papua oleh SBY sebagai kunci
untuk menjawab keluhan-keluhan orang Papua, tentunya Australia masih berpikir
dua hati. Sngkat kata bakalan tak menyetujui rencana pemerintah Indonesia untuk
membangun Papua, tapi sebaliknya orang Papua berdiri sendiri, merdeka dan
berdaulat tanpa bergantung kepada negara lain.
Demi mencapai
tujuan-tujuan tersebut, Pemerintah Australia hingga kini secara bertahap
berusaha menaikan kasus hak asasi manusia (HAM) di propinsi Papua dengan
Indonesia, termasuk pada tingkatan tertinggi oleh Perdana Mentri Gilard dan
Mentri Luar Negeri Carr. Lain trik adalah meningkatkan pantauan Australia
kepada Papua adalah, pejabat kantor kedutaan Australia di Jakarta secara dekat
memantau situasi di kedua propinsi Papua dan melakukan kunjungan secara tetap
untuk menilai melihat kondisi lansung. “Pesan konsisten Australia kepada
Pemerintah Indonesia atas situasi hak asasi manusia adalah jelas – bahwa Indonesia
hendaknya menghargai hak asasi dari semua warga negaranya. Pemerintah Australia
mengakui bahwa di bawah Pemerintahan Presiden Yudoyono rekor hak asasi manusia (HAM)
telah diperbaiki, tetapi di sana masih terjadi masalah-masalah yang perlu
dialamatkan- hal ini juga di dukung oleh Pemerintah Indonesia,” tegasnya dalam
poin lain.
Sebagai cover
pantauannya, Australia mendukung komitmen publik berulang-ulang oleh Presiden
SBY tentang pelanggaran HAM yang dilakukan
kekuatan militer (TNI/POLRI) di Papua diinvestigasi dan dihukum.
Agak irtoni bagi orang Papua adalah,
posisi pemerintah Indonesia di Papua masih didukung oleh Australia sebagai
jalan terbaik menurut pemerintah Australia. Katanya, keamanan
dan kemakmuran masa depan bagi orang Papua adalah melalui perbaikan pembangunan
dan pemerintahan di dalam Negara Indonesia melalui implementasi penuh Otonomi
Khusus. Sebab hingga kini pemerintah Australia masih menilai sumber-sumber
tekanan di propinsi-propinsi Papua berlangsung lama, kompleks dan tantangan
serta berakar dalam marginalisasi sosial dan ekonomi. Tak heran juga bila dalam
program bantuan Australia pada propinsi-propinsi di Papua adalah bernilai 16.9
miliar dolar Australia pada tahun 2011 sampai 2012, bahkan secara aktif
membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal melalui pendidikan,
pemerintahan dan kesehatan yang baik.
Bersamaan dengan kerja
sama ini, Australia terus menyediakan Indonesia rekomendasi-rekomendasi untuk
membantu menyokong rekor HAM, termasuk melalui Universal Periodik Review PBB
untuk Indonesia pada bulan Mei 2012.
Di dalam review
tersebut, Australia telah merekomendasikan kepada Indonesia bahwa Indonesia
meratifikasi undang-undang Roma pada Mahkama Kriminal Internasional; jaminan
cepat, keseluruhan dan efektif investigasi kedalam laporan-laporan terpercaya
terhadap kekerasan hak asasi manusia yang dilakukan oleh anggota keamanan
militer Indonesia; dan menguji pilihan-pilihan guna mendirikan sebuah investigasi
review independen dengan kemampuan itu untuk merekomendasikan
prosekusi-prosekusi.
Pemerintah Australia juga terus
berbicara kepada Indonesia tentang pentingnya akses ke Propinsi-propinsi
tersebut dengan pemantau yang terpercaya, termasuk organisasi-organisasi
non-pemerintah dan para jurnalis. Demikian surat yang ditandatangani Richard
Rodgers, selaku Sekretaris Assisten Cabang Indonesia dan Timor-Lest. (Aipits)